MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
OLEH NORMA FITRIA, M.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Administrasi memegang peran penting pada organisasi
manapun, baik formal maupun paguyuban.[1]Salah satu unsur yang dapat melanggengkan mutu
pendidikan di sekolah ialah peran administrasi pendidikan yang efektif dan
efisien. Kepala sekolah selain sebagai pemimpin, manajer sekaligus administrator
harus mampu mengendalikan dan mengembangkan
program-program pendidikan, serta evaluasi bersifat akademik maupun non
akademik dan berlangsung berkesinambungan. Dengan demikian satuan pendidikan atau sekolah dan
yayasan kependidikan manapun akan menjadi acak-acakan, bahkan bisa lumpuh
ketika sistem administrasinya kacau.[2]
Fakta
menunjukkan bahwa tugas administratif secara teoritik sangat mudah untuk
diverbalkan baik dalam komunikasi personal maupun secara umum dalam forum-forum
seminar dan kajian lainya. Namun kenyataannya fungsi ideal yang seharusnya
menjadi dasar untuk bergerak atau melalukan tugas administratif, ternyata hanya
sebatas jargon verbalistik yang hampa akan implementasi. Banyak sekolah yang
meremehkan tugas ini, diantara penyebabnya diantaranya: Pertama, kerena
mereka lebih disibukkan dengan tuntutan kesejahteraan, Kedua. Kominten
mengabdi disekolah sangat minim, Ketiga, lemahnya tata laksana
administrasi dan manajemen, Keempat, sibuk untuk menyesuiakan kebijakan
pemerintah tentang kurikulum yang kian membingungkan. Kelima, kepala
sekolah hanya sebatas penjaga sekolah, bukan agen perubahan. Seorang guru mungkin pernah menghabiskan
waktu berjam-jam atau berhari-hari untuk mendapatkan dokumen penetapan kenaikan
pangkat atau berkalanya yang terakhir karena penyimpananya disembarang tempat
secara acak, bahkan bukan tidak mungkin seorang kepala sekolah atau
administrator memerlukan waktu lama untuk mendapatkan dokumen faksimili yang
sangat penting dan diterima seminggu lalu dari kantor pusat atau rekan.
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan
sesuatu yang mustahil, apabila pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan
yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan
sesuatu yang mustahil, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak
didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu. Proses
pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia, seperti administrator,
guru, dan tata usaha yang bermutu dan profesional. Hal tersebut didukung pula
oleh sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar
yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen
yang tepat, serta lingkungan yang mendukung. Mutu pendidikan bersifat
menyeluruh, menyangkut semua komponen, pelaksana, dan kegiatan pendidikan, atau
disebut sebagai mutu total atau “Total
Quality”. Adalah sesuatu yang tidak mungkin, hasil pendidikan yang bermutu
dapat dicapai hanya dengan satu komponen atau kegiatan yang bermutu. Kegiatan
pendidikan cukup kompleks, dan membutuhkan dukungan dari kegiatan, komponen,
pelaku, serta waktu lainnya.
B. Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini diangkat untuk memberikan gambaran dan
wawasan yang komprehensif tentang Tugas Administrasi Sekolah sebagai bahan bagi
kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sebagai Administrator Sekolah.
C. Sistematika Penulisan
Pada Bab I Mengungkapkan latar belakang masalah dalam
kerja administrator didalam sekolah, pada Bab II Membahas teori dan pembahasan
mengenai administrasi dalam sekolah yang diantaranya definisi admnistrasi dan
administrator pendidikan, Posisi atau Jabatan
Administrator, Posisi dan Fungsi Administrator, Peran Para Administrator, Tekanan dan Ketegangan, dan BAB III membahas
kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi administrasi dan adminstrator pendidikan
Pakar pendidikan dan administrasi pendidikan cenderung
sependapat bahwa kemajuan besar dalam bidang pendidikan hanya mungkin dicapai
jika administrasi pendidikan itu sendiri dikelola secara inovatif. Inovasi atau
perubahan dalam bidang administrasi pendidikan mengalami keterlambatan.
Keterlambatan itu berarti menunda proses pemapanan lembaga menuju efektivitas
dan efisiensi kelembagaan pendidikan, baik pengelolaan sumber daya manusianya,
fasilitas, maupun proses belajar mengajar secara keseluruhan.[3]
Menurut
Coombs dalam bukunya Danim menyatakan bahwa revolusi dalam bidang
pendidikan (educational revolution) harus diawali dengan revolusi dalam
bidang administrasi pendidikan. Ini berarti bahwa lembaga pendidikan harus
dikelola dengan administrasi yang inovatif (inovative administration) mengingat
sekolah yang dikelola dengan administrasi yang inovatif akan mampu menampung
dinamika perkembangan yang terjadi diluar sistem pendidikan, khususnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan masyarakat.
Untuk menjelaskan arti administrasi pendidikan, kita tidak dapat
melepaskan diri dari pengertian ilmu administrasi pada umumnya. Bahkan dapat
pula dikatakan bahwa administrasi pendidikan adalah penggunaan atau aplikasi
ilmu administrasi ke dalam pendidikan. Oleh karena itu sebelum menguraikan
apakah administrasi pendidikan itu, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu
apakah yang dimaksud dengan administrasi.[4]
Istilah administrasi yang sering digunakan dalam
literaturdan bahasa keseharian kita sampai sekarang merupakan padanan kata administration,
dalam bahasa inggris. Kata dasarnya adalah to administrate, yang berarti
mengadministrasikan. Istilah lain yang dikenal serumpun dengan ini, yaitu administrating yang berarti pengadministrasianatau
keadministrasian.[5]
Kata administrasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
atau usaha untuk membantu melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan
di dalam mencapai suatu tujuan. Kemudian
definisi administrasi tersebut, jika ditambahkan dengan pendidikan maka administrasi
sekolah ialah segenap proses pengerahan dan pengintegrasikan segala sesuatu,
baik personil, spritual maupun material, yang bersangkut paut dengan pencapaian
tujuan sekolah.[6] Dengan kata lain administrasi pendidikan adalah proses kerja sama antar dua orang atau lebih
dengan menggunakan sumber daya kependidikan yang tersedia dan yang dapat
diakses untuk mencapai tujuan pendidikan secara berdayaguna dan berhasil guna
serta administrasi merupakan serial proses kegiatan yang dilakukan oleh
sekelompok orang dalam rangka mengimplementasikan subtansi tugas kependidikan
untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Sedangkan untuk administrator sekolah ialah peroarangan maupun
kelompok yang melaksanakan fungsi administrasi dalam mencapai tujuan sekolah.
Namun dalam makalah ini administrator yang dimaksud ialah kepala sekolah yang
berfungsi sebagai administrator.
Administrasi pendidikan menurut Abdul Rahmat dapat
diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber
personil dan materil tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan secara efektif dan efisien.[7]
Dalam ajaran islam pun
diajarkan bagaimana ketika kita bekerja sama dalam suatu pekerjaan tertentu
dengan cara yang teratur yang diibaratkan seperti suatu bangunan yang kokoh,
surat Ash-Shaff ayat
¨bÎ) ©!$# =Ïtä úïÏ%©!$# cqè=ÏG»s)ã Îû ¾Ï&Î#Î6y $yÿ|¹ Oßg¯Rr(x. Ö`»u÷Yç/ ÒÉqß¹ö¨B ÇÍÈ
Artinya : Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Q.S Ash-Shaff : 4)
Dengan demikian, ketika mendiskusikan administrasi
pendidikan dalam makna pendidikan persekolahan, siapapun akan mengambil
beberapa dimensi dibawah ini[8] :
1.
Administrasi pendidikan merupakan suatu proses, mulai
dari merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut bagi
tugas-tugas yang relevan dengan subtansi pendidikan persekolahan.
2.
Administrasi melibatkan dua orang atau lebih yang saling
bekerja sama dan sama-sama bekerja dengan cara dan untuk mencapai tujuan
tertentu dibidang pendidikan persekolahan.
3.
Administrasi melibatkan sumber daya yang tersedia,
(manusia non manusia, termasuk situasi) dan yang mungkin diakses untuk mencapai
tujuan tertentu dibidang persekolahan.
4.
Proses dan subtansi administrasi pendidikan memoros pada
tujuan tertentu, baik jangka pendek, menengah, panjang, atau tidak terbatas.
5.
Administrasi pendidikan selalu berada pada sistem dan
konteks sosial tertentu.
6.
Administrasi pendidikan yang ada disekolah mensyaratkan
efisiensi dan efektifitas sebagai kriterium kerja, yaitu terlaksananya proses
pendidikan secara baik dengan hasil yang memuaskan.
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa administrasi adalah
proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi :
perencanaa, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, dan
pengawasan dengan menggnakan fasilitas yang tersedia, baik personil, materil
maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
B.
Posisi atau Jabatan Administrator.
Administrator atau kepala sekolah bukanlah penguasa
tunggal disekolahnya, bukan pula pelayan tunggal. Sebutan administrator sekolah
disini merujuk pada kedudukan kepala sekolah dalam rangka menjalankan tugas-tugas
administratif, dengan demikian, istilah administrator atau kepala sekolah
merujuk pada fungsi yang harus dijalankan dalam kaitannya dengan tugas-tugas
administratif sekolah.[9]
Sekolah
adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena
sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainya saling berkaitan dan
saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai
organisasai memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi
lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana
terjadi proses belajar mengajar tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan
umat manusia. Karena sifatnya yang komplek dan unik tersebutlah sekolah sebagai
organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi.
Singkatnya
bahwa perkerjaan sebagai administrator harus dikerjakan dengan profesinya dan
secara profesional. Dalam kaitan ini Volmer mendekati masalah profesi dari
sudut pandang sosiologi, menyarankan bahwa profesi merujuk pada suatu kelompok
pekerjaan yang ideal, yang sebenarnya tidak ada dalam kenyataan tapi
menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu
telah mencapai profesionalisasi yang penuh. Sedang istilah profesionalisasi
merujuk pada proses yang esensial mendekati model profesi yang sesungguhnya.[10]
Formulasi-formulasi
tentang profesi tersebut, walaupun dinyatakan dengan kata-kata berbeda, pada
hakekatnya memperlihatkan persamaan subtansinya. Kiranya dapat disimpulkan
bahwa profesi ideal memiliki unsur-unsur berikut: suatu dasar ilmu yang
sistematis, kewenangan profesional yang diakui klien, sanksi dan pengakuan
masyarakat akan keabsahan kewenanganya, kode etik yang regulatif, kebudayaan
profesi dan persatuan profesi yang kuat dan berpengaruh. Lukisan profesi yang
ideal itu menyarankan suatu misi profesional, yang dapat disimpulkan
dalam tiga kata pokok yakni pengetahuan, keterampilan dan komitmen[11].
Keberhasilan
sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah, studi keberhasilan kepala sekolah
menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang sangat menentukan titik
pusat dan irama suatu sekolah. Bahkan lebih jauh studi tersebut menyimpulkan
bahwa “keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepada kepala sekolah, beberapa
diantara kepala sekolah dilukiskan sebagai seseorang yang memiliki harapan
tinggi bagi para staf dan para siswa, kepala sekolah adalah mereka yang banyak
mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka menentukan irama bagi sekolah mereka.[12]
Sebagai Administrator, kepala sekolah harus mampu bekerja
dengan dan melalui wakil-wakilnya itu, atau apa yang populer disebut dengan “a
good administrator is doing the things by other people.” Administrator yang
baik bekerja dengan dan melalui orang lain dalam mencaipai tujuan itu.[13]
Berdasarkan
hasil studi diatas menunjukkan betapa pentingnya peranan kepala sekolah dalam
menggerakkan kehidupan sekolah mencapai tujuan. Ada dua hal yang perlu
diperhatikan dalam rumusan tersebut:
a.
Kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi
penggerak kehidupan sekolah.
b.
Kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi
keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian staf dan siswa.[14]
Dari
ilustrasi diatas menunjukkan untuk model administrasi pendidikan di Indonesia
fungsi vitalnya terletak seorang kepala sekolah yang memegang kendali secara
penuh untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sebagai
perbandingan di Amerika Serikat ada sekitar 16.000[15] wilayah
sekolah, dan 14.000 diantaranya memiliki satu orang perwira yang biasanya
disebut pimpinan sekolah-sekolah (superintendent). Di beberapa
negara bagian, perwira ini mungkin saja memikul gelar kepala sekolah pengawas.
Dalam kebanyakan kasus, superintendent ditunjuk untuk posisi tersebut oleh
dewan pendidikan wilayah. Di beberapa negara bagian, bagaimanapun, khususnya
di Amerika bagian tenggara dimana wilayah-wilayah
sekolah sering terdiri dari satu negara penuh, superintendent mungkin dipilih
oleh pemungutan suara/pemilu. Apakah ditunjuk atau dipilih, superintendent
biasanya terlihat sebagai ketua atau eksekutif paling atas dari wilayah
sekolah, dan sebagaimana juga, seorang perwira kesatuan tempur (line
officer).
Di
negara tersebut diantara 77.000 sekolah dasar, ada sekitar 64.000 sekolah
negeri dan sisanya swasta. Ada juga sekitar 29.000 sekolah menengah pertama,
yang 25.000 negeri dan yang lainnya swasta[16]. Sebagian
besar dari sekolah ini memiliki seorang kepala sekolah. Sementara di
sekolah-sekolah yang lebih kecil kepala sekolah mungkin juga menjadi seorang
guru paruh-waktu, namun di sekolah yang lebih besar kepala sekolah biasanya
murni seorang administrator-penuh. Dalam kasus apapun, kepala sekolah adalah
perwira eksekutif sekolah, dan sekaligus seorang line officer.
Di
wilayah sekolah yang lebih besar dan di sekolah-sekolah yang lebih besar
sejumlah besar asisten untuk superintendent dan kepala sekolah dipekerjakan.
Untuk tujuan kami, kami akan menggolongkan para asisten tersebut sebagai staff
officer atau perwira pegawai. Dan selain itu, sejumlah besar direktur,
seperti direktur proyek-proyek federal atau direktur pendidikan khusus,
dipekerjakan. Dan lagi, kami akan menggolongkan mereka sebagai perwira staf
(staff officers). Satu jumlah yang pasti dari para staf officer di
sekolah-sekolah di negara tersebut memang tidak ada, tapi perkiraan menyatakan
bahwa anggota staf mungkin berjumlah 45.000 hingga 50.000. Secara menyeluruh,
diantara 150.000 para administrator sekolah bekerja di wilayah-wilayah sekolah
negara yang bersangkutan. Selain itu, setidaknya sepersepuluh dari jumlah
tersebut bekerja di sekolah-sekolah negeri. Ada juga, banyak bidang lainnya, khususnya
di pemerintahan dan bisnis, dimana orang-orang tersebut diberdayakan untuk
mengatur atau mensupervisi program-program pendidikan. Sementara fokus kami
akan berada pada tugas para superintendent dan kepala sekolah—yang kami rancang
sebagai para line officer (perwira kesatuan tempur) di sekolah-sekolah
dan wilayah sekolah—yang memang harus kami katakan bahwa hal itu juga
teraplikasi pada posisi administratif lainnya.[17]
Menurut
penulis bahwa konteks institusi pendidikan di Indonesia secara subtansi memiliki
kesamaan, namun mempunyai perbedaan bahasa, seperti superintenden bisa
diidentikkan dengan pengawas sekolah yang membawahi beberapa sekolah pada
wilayah-wilayah tertentu. Disisi lain mungkin juga terdapat perbedaan aplikasi
dari jabatan-jabatan tersebut.
Manusia telah diciptakan untuk menjadi pemimpin dimuka bumi (dalam arti
sempit dipahami sebagai pemimpin diri sendiri). Namun, permasalahan yang
terjadi, sudahkah semua pemimpin di dunia ini mencerminkan konsep kepemimpinan
sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam tingkah laku dan
keteladanan hidupnya? Lalu, sebenarnya bagaimana konsep kepemimpinan yang
ditawarkan dalam Islam ?
Kepemimpinan dalam Islam adalah merupakan Sunnatullah / ketetapan dari
Allah SWT. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an : QS. Al-Baqarah Ayat 30,
øŒÎ)ur tA$s% š•u‘ Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ’ÎoTÎ) ×@Ïã%y` ’Îû ÇÚö‘F{$# Zpxÿ‹Î=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ߉šøÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡o„ur uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ωôJpt¿2 â¨Ïd‰s)çRur y7s9 ( tA$s% þ’ÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat:
"Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."
mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Nabi Muhammad SAW Bersabda : “Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah
pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Setiap
kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya
(rakyat). Seorang perempuan/ibu adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan
anak-anaknya; ia bertanggung atas kepemimpinannya. Seorang pelayan/hamba sahaya
adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas
kepemimpinannya. Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing
mempertanggungjawabkan atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu
Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar).
Melalui dua dalil ini dapat dipahami bahwasanya
kepemimpinan adalah suatu ketetapan dari Allah SWT yang keberadaannya tidak
mungkin ditawar lagi. Adanya kepemimpinan dalam Islam di dunia ini merupakan suatu
keharusan yang mutlak.
Dari pemaparan penjelasan tentang kepemimpinan di atas, dapat dikatakan
bahwa suatu satuan pendidikan juga perlu kepemimpinan, pengelolaan kepemimpinan
yang baik akan menentukan baik dan berkualitasnya suatu satuan pendidikan.
Kepala Negara yang baik lahir dari masyarakat yang baik, masyarakat yang baik
lahir dari keluarga yang baik pula, dan keluarga yang baik lahir dari
individu-individu yang baik. Pertanyaannya, apakah kepribadian baik itu akan
datang sendiri?. Tidak, semua butuh proses, inilah tugas dan kewajiban suatu
satuan pendidikan, untuk menghasilkan
kader-kader anak didik yang berkualitas, bermoral, berakhlak baik, dan amanah
seperti yang telah di contohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan definisi kepemimpinan dalam pendidikan islam
ialah kemampuan, aktivitas dan proses mempengaruhi, mengkoornidir,
menggerakkan, memberikan motivasi dan mengarahkan orang-orang dalam lembaga
pendidikan islam agar pelaksanaan pendidikan islam dapat berlangsung lebih
efektif dan efisien dalam mencapai tujuan islam.[18]
Islam memandang bahwa kepemimpinan harus dipegang oleh
sososk yang mampu dan dapat menempatkan diri sebagai pembawa obor kebenaran
dengan memberi contoh teladan yang baik, karena dia uswatun hasanah. Dalam asas
dan prinsip ajaran islam pemimpin adalah hamba Allah, membebaskan manusia dari
ketergantungan kepada siapa pun, melahirkan konsep kebersamaan antar manusia,
menyentuh aspek hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar,
membenarkan seseorang taat kepada pemimpin selama tidak bermaksiat dan
melanggar aturan Allah, mengajarkan bahwa kehidupan dunia adalah bagian dari
perjalanan akhirat, memandang kekuasaan dan kepemimpinan adalah perjalanan dari
akhirat, memandang bahwa kekuasaan dan kepemimpinan adalah bagian integral ibadah.
Kepemimpinan merupakan tanggung beban dan tanggung jawab, bukan keilmuan.
Kepemimpinan membutuhkan keteladanan dan wujud, bukan kata dan retorika, serta
senantiasa bertutur santun, sekalipun itu perkataan Nabi Musa kepada firaun
yang jahat.[19]
Dengan demikian kepemimpinan dalam islam begitu penting
sehingga mendapat mendapat perhatian besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini,
maka setiap perkumpulan harus ada pemimpinnya, bahkan perkumpulan dalam jumlah
yang kecil sekalipun, Nabi Muhammad bersabda :
Artinya : “dari abu said dari abu hurairah bahwa
keduanya berkata : Rasulullah bersabda : apabila tiga orang bepergian,
hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin”(Hr.Abu Dawud)
Dalam hadits lain dikemukakan :
Artinya : “ setip kamu adalah pemimpin dan setiap
pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang kamu pimpin,
seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya, dan dia akan dimintai pertanggung
jawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi
anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap mereka,
seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga, suami dan anak-anaknya, dan
dia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang
hamba adalah pemimpin bagi harta majikannya, dan dia juga akan dimintai
pertanggung jawaban terhadap kepemimpinannya.
Dengan demikian kepemimpinan bukan hanya ada dibidang
formal atau disekolah saja namun kepemimpinan dimulai dari lingkungan terkecil
yaitu diri sendiri. Seseorang tidak akan mendapat memimpin orang lain dengan
baik apabila tidak dapat berhasil memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu.
Muhammad SAW telah memberi teladan dan tuntunan bagaimana memimpin diri
sendiri, kesuksesan dalam memimpin diri dan mengatasi rintangan dalam memimpin
diri sendiri akan membuka jalan bagi kesuksesan dalam kepemimpinan-kepemimpinan
lainnya yang melibatkan orang lain.
C.
Posisi dan Fungsi Administrator.
Penunjukkan seseorang untuk menduduki jabatan tertentu
pasti mengandung konsekwensi logis berupa tugas dan tanggung jawab yang harus
diembannya, sehingga dengan adanya tugas dan tanggung jawab tersebut terkesan
adanya peran atau fungsi yang bisa
diandalkan. Begitupula
jabatan administrator bukan sekedar jabatan prestise belaka, melainkan memiliki fungsi yang vital
bagi perkembangan sebuah lembaga pendidikan.
Fungsi-fungsi
tersebut, diantaranya pengembangan program, pembangunan dan koordinasi
organisasi, pengaturan sumber daya, representasi terhadap komunitas kelompok,
dan penilaian baik tentang proses maupun hasil organisasi. Tugas atau kerja
para superintendent dan kepala sekolah adalah mengimplementasikan fungsi-fungsi
ini.
Usaha
yang diperlukan untuk mengimplementasikan masing-masing keenam fungsi itu
berbeda menurut posisinya. Misal, superintendent memiliki sistem kepentingan
yang luas, sedangkan kepala sekolah terutama berkutat dengan satu sekolah. Para
superintendent juga mencurahkan lebih banyak waktu dan energi bagi usaha
memperoleh dan mengatur sumber daya daripada yang dilakukan oleh para kepala
sekolah. Di sisi lain, kepala sekolah mungkin menghabiskan lebih banyak waktu
dan energi pada pengembangan program daripada superintendent.
Pentingnya
fungsi terhadap pengembagnan dan supervisi program-program instruksional.
Program-program ini ada dua jenis: 1) program yang menyangkut instruksi
langsung dan formal, apakah dalam membaca, matematika, atau salah satu area
konten lainya, dan 2) Program yang bisa disebut sebagai aspek-aspek aturan
sekolah. Pada jenis selanjutnya adalah hubungan siswa dengan staf pengajar;
antara kepala sekolah dan siswa; antara sekolah dengan orang tua dan orang
dewasa lainya dalam masyarakat; hubungan antar siswa, dan hubungan antar staf
pengajar. Pada semua hubungan ini kepala sekolah berkaitan dengan nilai dan
prilaku yang dicontohkan ----kesopan santunan, keterbukaan, keadilan.
Singkatnya, apakah sekolah merupakan sebuah tempat yang baik untuk hidup dan
belajar?
Agar
menjadi lebih spesifik, Goodlad baru-baru ini telah menyesalkan fakta bahwa
dibanyak sekolah satu-satunya peran model tanpak menjadi atlit[20]. Banyak
sekolah tanpak kekurangan iklim intelektual apapun, dan bahkan para siswa yang
cerdas menyadari iklim tersebut tidak cukup pintar. Kami menduga bahwa di
satu sekolah dimana sedikit atau tidak ada nilai ditempatkan pada prestasi
intelektual tidak ada jumlah intruksi formal yang bisa mengatasi suasana yang
merembes tersebut. Bagi tujuan kami suasana yang merembes pada satu sekolah
tampak sebagai bagian dari aturan hidup sekolah.
Tidak
ada orang lain lagi yang bisa melakukan sebanyak yang dilakukan para kepala
sekolah untuk membangun kualitas dari aturan hidup sekolah. Menurut sifat yang
sangat dasar dari pekerjaan mereka memiliki tanggung jawab bagi sekolah. Untuk
melaksanakan tanggung jawab itu mereka harus tetap berkomunikasi dengan staf
pengajar, dengan siswa, dengan orang tua, dan dengan orang dewasa lainnya dalam
masyarakat. Mereka perlu bantuan dari semua kelompok ini, tapi kepala sekolah
lah yang harus memberikan kepemimpinan yang diperlukan untuk membantu mereka
bergabung dalam beberapa prinsip kerja. Implementasi tentang tujuan-tujuan umum
bisa menentukan aturan hidup atau suasana sekolah sebagai satu sistem sosial.
Mari kita merubah pemikiran sekarang dari apa yang seharusnya para
administrator lakukan menjadi sebuah anggapan mengenai apa yang sebenarnya
mereka lakukan.
Adapun
seorang administrator harus bisa mengarahkan dan menggerakkan proses
administrasi pendidikan yang terincikan dengan fungsi-fungsi administrasi
perencanaan organisasi, koordinasi, komunikasi, supervisi kepengawasan,
pembiayaan dan evaluasi. Semua fungsi tersebut satu sama lain bertalian erat
untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang fungsi-fungsi tersebut.[21]
Hal ini sejalan dengan ajaran islam bahwa dalam sebuah
pekerjaan termasuk administrasi yang baik dibutuhkan perencanaan yang baik
pula,[22]
Allah berfirman dalam surat Al-Hasyr ayat 18
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä
(#qà)®?$# ©!$#
öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR
$¨B ôMtB£s%
7tóÏ9
( (#qà)¨?$#ur ©!$#
4 ¨bÎ)
©!$#
7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.( QS. Al-Hasyr ayat 18)
Dengan demikian administrator yang baik harus memiliki
perencanaan yang baik pula agar apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya
menjadi lebih baik.
D.
Karakteristik Tugas Administratif
Memaparkan
apa yang sebenarnya para administrator lakukan tidaklah semudah kedengarannya.
Sudah ada banyak kajian observasi tentang para administrator, bahkan jika sudah
ada kajian yang lebih banyak, observasi tentang perilaku yang jelas dari para
administrator menjadi sasaran sejumlah batasan. Untuk satu hal, peneliti tetap
mengatakan apa arti perilaku. Terlebih lagi, banyak perilaku, terutama aspek
konseptual dan aspek judgment, mungkin tidak terungkap dalam aksi-aksi yang
jelas.
Jadi,
deskripsi tentang perilaku administratif sering berdasarkan pada
laporan-laporan pribadi atau persepsi orang lain yang bekerja dengan para
administrator. Sementara semua pendekatan ini memiliki batasan sendiri-sendiri,
kami akan membuat kegunaannya dan menyampaikan kemungkinan gambaran paling
valid dari tugas administratif. Dan lagi, kami akan memperlakukan para
superintendent dan kepala sekolah karena data terbaik yang kami miliki
menitik-beratkan pada dua posisi ini.
Mintzberg[23] menyajikan
satu terobosan dalam kajian administrasi dengan memaparkan tugas pada dasar
observasi langsung. Seharusnya dinyatakan bahwa dia hanya menggunakan lima
kasus, yang satu diantaranya adalah seorang superintendent sekolah. Dia menyimpulkan, diantara hal-hal lain,
bahwa tugas manajerial berlangsung pada satu lingkup yang tak kenal henti;
bahwa aktifitasnya singkat dan tidak lengkap; bahwa aksinya dianggap melebihi
kegiatan tulis menulis, dan bahwa banyak hal bergantung pada komunikasi verbal[24]. Kesimpulan
ini merupakan pemaparan yang bersifat usulan mengenai tugas para administrator
sekolah.
Sebagai
kelanjutan usaha-usaha yang lalu Asosiasi para Kepala SD Nasional baru-baru ini
menerbitkan“Undang-undang Kepala Sekolah Dasar” tahun 1978; sebuah
kajian penelitian[25].
Laporan ini terdiri dari banyak informasi tentang tanggung jawab Kepala
Sekolah namun sedikit menjelaskan apa yang sebenarnya dilakukan Kepala Sekolah.
Tentunya, sesorang harus mencoba mengambil kesimpulan dari informasi yang
diberikan. Dari satu bagian Kepala Sekolah melaporkan masalah serius mereka,
sebuah kompilasi yang sedang terjadi. Pemecatan staf yang tidak kompeten
memenuhi daftar dan dianggap serius oleh 54 % Kepala Sekolah. Urutan berikutnya
adalah mengatur prilaku siwa (52,9%); penuruan pendaftaran (50.5%); pengurangan
staf (44.7%); perusakan (43.8 %), ketidak hadiran siswa (43.2%); dan ketidak
acuan siswa terhadap wewenang (41.9 %)[26]. Sementara
kita harus berasumsi bahwa para kepala sekolah mengerjakan masalah-masalah
serius ini, kita meragukan para kepala sekolah menghabiskan banyak waktu dalam
memecat staf yang tidak kompeten, misal, karena banyak kepala sekolah memecat
staf.
Dalam
kajian lainnya Ogawa[27] mewawancarai
dua puluh superintendent mengenai tugas-tugas yang mereka kerjakan.
Kesimpulannya :
Analisa
tentang penjabaran para super intendent mengenai tugas harian yang mereka
tunjukkan menghasilkan identifikasi akan satu tema utama. Para superintendent
beraksi dan berkomunikasi dengan anggota staf, anggota bidang pendidikan, berbagai
elemen dikomunitas mereka semua, dan para agensi federal serta negara.
Komunikasi ini secara luas dikategorikan dengan: kontak face to face, satu
aliran informasi dua arah, dan satu kecenderungan untuk berkomunikasi dengan
kategori partisipan yang dibedakan secara politik dan sosial (contohnya
orang-orang yang memiliki posisi hirarki tertinggi dalam politik dalam
organisasi, para perwakilan komunitas dan kelompok profesional, orang tua).[28]
Tidak
bisa ada keraguan bahwa superintendent menghabiskan sebagian besar waktu dan
energi mereka dalam berinteraksi dan komunikasi dengan
orang lain, baik didalam maupun luar organisasi. Hal ini menguatkan pendapat
Mintzberg tentang para manajer pilihan yang memiliki komunikasi verbal.
Bagaimanapun juga komunikasi adalah satu konsep yang sangat luas, dan tidak
cukup spesipik memberitahukan kepada kepada kita apa yang sebenarnya dilkukan
oleh superintendent.
Willower dan Fraser, mengadakan interveiw
telephon terhadap 50 superintendent sekolah di Pensylvania, berfokus pada
bagaimana perasaan mereka mengenai tugas mereka. Mereka meringkas temuannya
sebagai berikut:
Gambaran empiris yang muncul dari interview
dengan 50 individu meliputi sederetan masalah, dikesalkan oleh permintaan akan
paper-work dari agensi pemerintah, merasa tidak mudah karena tidak lebih dekat
dengan instruksi dan ruang-ruang kelas tetapi bangga dengan prestasi mereka di
bidang itu, terkejar oleh spesifikasi tugas mereka dan memandangnya melalui
lensa tersendiri, dan merasakan tekanan dari pekerjaan tapi selalu siap
melakukannya lagi dan lagi jika mereka bisa. Akhirnya, tampak bagi kami bahwa
para superintendent sekolah tidak cukup terkepung seperti yang kadang-kadang
dikeluhkan dan ketika mereka pada posisi demikian, mereka muncul untuk berusaha
mengatasinya dengan sedikit lebih baik, seringkali dengan lelucon yang bagus.[29]
BIDANG
TANGGUNG JAWAB
|
Prosentase
waktu yang dihabiskan pada masing-masing bidang tanggung jawab
|
|||||
SD
|
SMP
|
SMA
|
||||
Prosentasi
yang diperkirakan oleh kepala sekolah
|
Prosentase
waktu yang terobservasi dan tercatat
|
Prosentasi
yang diperkirakan oleh kepala sekolah
|
Prosentase
waktu yang terobservasi dan tercatat
|
Prosentasi
yang diperkirakan oleh kepala sekolah
|
Prosentase
waktu yang terobservasi dan tercatat
|
|
MANAJEMEN
|
||||||
Eksekutif
|
12
|
14
|
10
|
15
|
12
|
15
|
Pribadi siswa
|
15
|
17
|
16
|
21
|
12
|
20
|
Personalia
|
10
|
7
|
12
|
8
|
13
|
8
|
Fasilitas dan finansial
|
6
|
6
|
6
|
4
|
8
|
4
|
Kombinasi dan lainya
|
0
|
8
|
0
|
11
|
0
|
8
|
T O T A L
|
43
|
52
|
44
|
58
|
45
|
54
|
KEPEMIMPINAN INSTRUKSIONAL
|
||||||
Pengembangan program
|
14
|
6
|
11
|
7
|
14
|
5
|
Evaluasi program
|
6
|
3
|
6
|
0
|
6
|
1
|
Evaluasi staf
|
15
|
7
|
17
|
10
|
16
|
5
|
Lainya
|
0
|
3
|
0
|
1
|
0
|
1
|
TOTAL
|
35
|
20
|
34
|
17
|
36
|
12
|
HUBUNGAN DENGAN SEKOLAH, KANTOR DAREAH DAN
PUSAT
|
6
|
8
|
8
|
5
|
6
|
7
|
PUBLIK RELATION---SEKOLAH, MASYRAKAT, LEMBAGA
PEMERINTAH
|
12
|
12
|
10
|
12
|
8
|
17
|
AKTIFITAS PROFESIONAL LUAR
|
4
|
3
|
5
|
2
|
4
|
6
|
KOMBINASI*
|
-
|
2
|
-
|
2
|
-
|
1
|
PERSONALIA
|
-
|
2
|
-
|
3
|
-
|
3
|
·
Dua
kategori ini tidak termasuk dalam isntrumen pengumpulan data untuk perkiraan
atau catatan
Sumber.
Departement of Research, Report of Findings of a study of The Principalship in
Action ind the Montogomeri Country Public School (Rokckville Md: Montogomeri
Country Public Shool, 1975)
Sementara
di banyak daerah, perbedaan antara perkiraan prosentase waktu yang
disediakan untuk sebuah tugas dengan observasi dan catatan waktu
yang diberikan untuk sebuah tugas adalah tidak cukup besar, dua kecenderungan
pantas mendapatkan perhatian kami. Para kepala sekolah secara konsisten
memperkirakan bahwa mereka menghabiskan waktu sekitar dua kali lipat pada
kepemimpinan instruksional sama halnya dengan hasil yang diobservasikan. Para
kepala sekolah secara konsisiten juga meremehkan sekitar 20 persen dari
waktu yang mereka habiskan untuk manajemen. Ketidaksesuaian antara waktu yang
diperkirakan dengan waktu yang sebenarnya habis untuk kepemimpinan
instruksional mungkin membendung, setidaknya sebagian, dari sebuah etos
profesional yang sangat diterima bahwa para kepala sekolah seharusnya
menghabiskan waktu mereka dalam kepemimpinan instruksional;; bagaimanapun,
ketika kepala sekolah memperkirakan alokasi waktu mereka, kami menduga bahwa
mereka terpengaruh oleh etos ini. Perbedaan antara perkiraan dengan waktu yang
sebenarnya habis untuk manajemen mungkin dikarenakan sebuah fakta kehidupan
yang secara luas terabaikan dalam profesi tersebut; namanya, bahwa para kepala
sekolah harus mengatur sekolah mereka. Terutama sekali, dengan menghargai
alokasi waktu baik untuk kepemimpinan instruksional maupun manajemen, data
Kabupaten Montgomery tampak menyampaikan realita tentang kepala sekolah.
Selanjutnya
bahwa pelaksanan fungsi administrasi tidak terlepas dari pendekatan-pendekatan
yang harus dilakukan. Dalam upaya menelaah subtansi administrasi pendidikan,
berbagai cara pendekatan telah dipakai dan tiap pendekatan telah menghasilkan
aspek-aspek tertentu. Terdapat dua
pendekatan umum yang sering digunakan yakni pertama, pendekatan tugas, yaitu
pendekatan kepada administrasi yang terutama memperhatikan “apa” yang hendak
dikerjakan? Kedua, pendekatan proses, pendekatan yang memperhatikan “bagaimana”suatu
organisasi harus hendak dikelola.[30]
E.
Peran Para Administrator
Cara
lain untuk memaparkan tugas seorang administrator adalah dari sudut perannya.
Sebuah peran bisa digambarkan sebagai satu rangkaian prilaku yang diasosiasikan
dengan sebuah posisi. Mintzberg telah mengemukakan bahwa para administrator
memainkan sepuluh peran yang berbeda. Dia mengkategorikan ini dibawah tiga
point utama: Pertama, Peran interpresonal yang meliputi pemimpin boneka,
pemimpin,hubungan. Kedua, Peran informasi meliputi monitor, penyebar,
juru bicara. Ketiga, Peran keputusan meliputi
pengusaha (mempromosikan perubahan), Pengendali kekacauan, Negosiator.
Studi
yang dilakukan oleh Universitas Ohio (di Amerika Serikat) membuat kesimpulan,
bahwa peran administrator ialah
1.
Menetapkan tujuan –tujuan. Ini meliputi penyusunan dimaksud
keseluruhan program pendidikan dan tujuan jangka pendek maupun panjang.
2.
Membuat kebijaksanaan. Semua orang yang dipengaruhi oleh
kebijaksananaan maka hendaknya ikut serta dalam membutanya.
3.
Menentukan peranan-peranan. Personil sekolah hendaknya menerima
tugas-tugas yang jelas. Adalah tanggung jawab administrator untuk menjelaskan
dan menentuka peranan-peranan bagi dan bersama para anggota staf dengan siapa
ia bekerja.
4.
Mengkoordinasikan fungsi-fungsi administrasi. Administrator harus
bekerja sedemikian rupa sehingga kegiatan pendidikan dikoordinasikan dan cocok
satu sama lain. Memprogramkan kegiatan-kegiatan dan membuat semua unsurnya
berada dalam perspektif yang wajar dalam beidang perilaku administratif yang
penting.
5.
Menaksir efektifitas. Administrator harus menyediakan kepemimpinan
dalam menilai program pendidikan secara kontinue. Karenanya program persiapan
administrator hendaknya menyediakan pengalaman belajar dalam menilai secara
efektif program-program pendidikan.
6.
Bekerja dengan kepemimpinan masyrakat untuk meningkatkan perbaikan
dalam pendidikan.
7.
Menggunakan sumber-sumber pendidikan dari masyrakat.
8.
Melibatkan orang-orang.
9.
Melakukan komunikasi.[31]
F.
Tekanan dan Ketegangan
Merujuk
pendapat Oteng Sutisna bahwa sekolah merupakan institusi yang kompleks dan unik
dalam segala aspeknya, oleh kerana itu dalam pekerjaannya akan dilingkupi
dinamika atau tekanana serta ketegangan yang terjadi didalamnya, termasuk salah
satunya proses administrasi.
Data
yang disajikan diatas mendukung observasi umum sehingga administrasi merupakan
sebuah pekerjaan yang penuh tekanan. Para administrator tidak hanya diperlukan
untuk membuat keputusan; mereka juga berwenang dalam proses pembuatan-keputusan.
Sering kali lebih sulit untuk melibatkan orang lain dengan tepat dalam membuat
keputusan daripada membuat sebuah keputusan secara sepihak. Bagaimanapun,
keputusan dipengaruhi oleh fakta-fakta dan dalam pengertiannya juga rasional.
Bagaimanapun, keputusan juga dipengaruhi oleh nilai orang-orang dan kelompok
yang terlibat dan mungkin di saat yang mungkin tampak tidak rasional.
Sifat
administrasi sekilas yang penuh tekanan menjadi bahkan lebih jelas terlihat
ketika kita memperhatikan bahwa para administrator benar-benar selalu berada
“di tengah”. Sebaliknya, ada banyak harapan yang muncul untuk mereka. Misalnya,
bidang pendidkan memiliki satu rangkaian atau lebih tentang harapan untuk para
superintendent; para kepala sekolah memiliki satu deret atau lebih harapan
untuk para superintendent, para guru memiliki satu harapan atau lebih untuk
para superintendent. Orang tua atau kelompok orang tua memiliki harapan untuk
para superintendent juga. Para pemimpin bisnis masyarakat juga mungkin masih
memiliki rangkaian harapan yang lain untuk para superintendent. Jelas bahwa
superintendent tidak bisa benar-benar memenuhi harapan-harapan yang berbeda
dari semua kelompok tersebut.
Selain
adanya tekanan yang datang bertubi-tubi, tidak sedikit efek negatifnya muncul
istilah resistensi (penolakan) baik dari antar personal, maupun kelompok yang
terorganisir. Penolakan bisa disebabkan beberapa hal diantaranya: tidak
menyukai perubahan, menganggap bukan waktu yang tepat, tidak memiliki visi yang
jelas, merasa tidak percaya diri, iri, mengganggu kenyamanan yang telah lama
dinikmati walaupun sesungguhnya kenyamanan secara perlahan akan mematikan
dirinya sendiri. Ini menjadi berbahaya jika tidak mendapatkan solusi atau
pendekatan-pendekatan yang efektif seperti yang diungkapkan oleh oleh Kotter
dan Schlesinger sebagai berikut: 1) pendidikan dan komunikasi, 2). Patisipasi
dan keterlibatan, 3). Fasilitasi dan dukungan,4). Negoisasi dan kesepakatan,
5). Manipulasi dan pemilihan, 6). Pemaksaan tersirat dan tersurat.[32]
G.
Penghargaan
Mengapa
siapapun mau menjadi seorang admonistrator sekolah? Tentunya, seperti yang kami
jabarkan mengenai karakteristik tugas administratif, seperti yang kami jelaskan
mengenai peran-peran rumit para administrator yang diharapkan untuk dijalankan,
dan seperti yang kami nyatakan mengenai tekanan-tekanan yang sering ditemui,
seseorang mungkin menyimpullkan bahwa banyak orang mau berharap. Tetapi
kenyataan-kenyataan yang cukup bertentangan: banyak guru dan pekerja sekolah
lainnya berharap menjadi administrator. Beberapa dari mereka mungkin awalnya
tidak mengerti persyaratan peran dan mereka mungkin terlalu terpikat dengan
daya tarik-daya tariknya. Namun, setidaknya bagi beberapa orang,
penghargaan-penghargaan tertentu dalam tugas administratif.
1.
Sebuah Tantangan
Untuk mengawali, sebuah jabatan administratif hampir selalu
menawarkan tantangan. Satu tantangan yang sering muncul yaitu tujuan atau arah.
Jika sekolah atau wilayah sekolah telah memiliki masalah atau hanya tanda
waktu, seorang administrator baru mungkin bisa menyusun dukungan bagi sebuah
arah baru atau sebuah tujuan yang lebih pasti.
Sebuah tantangan serupa bagi seorang administrator sekolah adalah
salah satu anggota organisasi yang memotivasi untuk menerima dan menunjukkan
tugas-tugas ke-organisasia-an dan mengijinkan pe-lengkap-an kebutuhan personal
pada waktu yang sama. Misalnya, menugaskan seorang guru ke sebuah sekolah dekat
tempat tinggalnya mungkin menjadi sebuah pertimbangan yang penting. Me-review
tugas-tugas pengajaran alternatif dengan seorang guru sebelum penentuan akhir
mereka bisa juga jadi hal penting. Tantangan bagi administrator baru adalah
menjaga tiap orang dalam organisasi agar sudi menjadi seorang partisipan dalam
program organisasi tersebut.
2.
Wewenang, Pengaruh, dan Wibawa
Penghargaan lain dalam administrasi harus dilakukan dengan hal-hal
seperti kekuasaan, wibawa, dan pengaruh. Kekuasaan (atau wewenang), seperti
yang sudah dinyatakan Getzels, mungkin hal yang tetap atau dipercayakan.
Wewenang tetap adalah kekuasaan yang diperoleh dari lembaga. Kepala sekolah dan
superintendent, misalnya, memiliki beberapa wewenang dengan kebaikan posisi
yang mereka pegang. Wewenang yang dipercayakan, di sisi lain, harus dicari dan
didapatkan. Ketika para administrator mendemonstrasikan kemampuan berilmu
pengetahuan, kejujuran, keahlian membuat-keputusan, dan pertimbangan pada orang
banyak, wewenang tambahan tumbuh pada diri mereka. Para administrator baru yang
mencoba mengandalkan sepenuhnya pada wewenang tetap mungkin akan menemui
beberapa goncangan yang keras. Di sisi lain, para administrator yang berbuat
keterlaluan dan hanya mencoba menjadi pemuda atau pemudi tua yang baik—yang
mengabaikan wewenang lembaga—mungkin juga akan menemui beberapa goncangan.
Wewenang administrator adalah suatu fenomena yang jauh lebih
rumit/kompleks dari yang banyak orang kira. Para administrator prospektif yang
mencari kekuasaan demi kepentingan wewenang atau demi kepuasan mereka sendiri
mungkin akan memperoleh kesulitan besar dalam peran administratif. Di saat yang
sama, kami menyatakan bahwa hanya mereka yang sudi menjalankan beberapa
wewenang/kekuasaan dan yang mendapat kepuasan, karena menjalankannya seharusnya
menerima jabatan-jabatan administratif. Penggunaan wewenang/kekuasaan, bukan
untuk kepuasan pribadi tapi untuk tujuan organisasi, bisa membawa penghargaan
besar dalam tugas administratif.
Pengaruh bisa didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan, dan
banyak administrator dikendalikan oleh posisi mereka untuk menggunakan
kekuasaan. Seorang superintendent, misalnya, umumnya diharapkan untuk membuat
rekomendasi-rekomendasi pada bidang pendidikan. Jika lembaga-lembaga sekolah
menganggap rekomendasi-rekmendasi ini bisa mendukung dan jika mereka menyatakan
tindakan yang mungkin tidak diambil sebaliknya, implementasi dan penerimaan
mereka menyatakan bahwa sang administrator sudah sangat berpengaruh. Potensi
untuk pengaruh seperti ini disajikan dalam banyak posisi administratif dan ini,
juga, bisa menjadi suatu penghargaan dalam administrasi.
Penggunaan wewenang yang tepat sekali akan otomatis membawa
beberapa wibawa. Wolcott melaporkan pendapat Ed Bell, misalnya, bahwa “dalam
ke-kepala sekolah-an dia menemukan satu cara untuk memperoleh wibawa,
penerimaan, dan kepuasan-pribadi yang cukup untuk melihatnya melalui banyak
sekali masalah yang bisa ditangani oleh pemegang jabatan di lembaga itu”.
Wibawa adalah satu fenomena psikologis; wibawa muncul hanya ketika
orang-orang berfikir wibawa itu nampak. Banyak orang yang menerima
jabatan-jabatan administratif, bagaimanapun, berfikir bahwa pengangkatan adalah
sesuatu yang berwibawa/bermartabat dan banyak anggota organisasi yang berfikir
demikian juga. Oleh karena itu, mereka yang benar-benar menginginkan wibawa
bisa menemukannya di lembaga administratif.
3.
Kompensasi
Penghargaan lain dalam administrasi tetap masih kompensasi
finansial. Di kebanyakan wilayah sekolah, superintendent, kepala sekolah, dan
jabatab-jabatan administratif lainnya dibayar dengan upah yang lebih tinggi
daripada para guru. Di satu wilayah sekolah kota di sebuah negara Rocky
Mountain, misalnya, upah para guru setahun belakangan ini berkisar dari 11.720
sampai 24.205 dolar Amerika per tahun.
Di wilayah yang sama, upah kepala sekolah berkisar 21.353 hingga
34.156 dolar Amerika per tahun. Superintendent dibayar 48.000 dolar Amerika per
tahun. Sangat tepat dinyatakan, bahwa para guru memiliki kewajiban kerja selama
sembilan bulan sementara para administrator memiliki kewajiban kerja selama 11
atau 12 bulan. Oleh karena itu, jika dibagi rata, gaji administratif mungkin tidak
melebihi gaji mengajar pada tiap bulannya. Bagi sebagian besar administrator,
prospek jabatan yang lebih lama tiap tahun dan kompensasi untuk tambahan waktu
adalah sebuah daya tarik; mengingat banyak guru merasa perlu untuk memiliki
sebuah pekerjaan kedua/tambahan, para administrator harus demikian juga.
4.
Prestasi
Sumber kepuasan lain untuk para administrator adalah masih tetap
perasaan bahwa mereka bisa menyelesaikan suatu hal. Para administrator umumnya
adalah orang-orang yang bertindak dan mereka menemukan kepuasan dalam
mengkoordinasikan tugas sebuah organisasi dengan cara semacamnya sehingga ada
sebuah prestasi. Seperti yang dikatakan lebih awal, Mintzberg menemukan bahwa
para administrator memiliki satu kecenderungan
untuk bertindak. Dia mengemukakan kecenderungan ini dalam semacam karakterisasi
“bekerja tiada henti”, “aktifitas dikategorikan dengan ketangkasan,
keberagaman, dan pemecahan”, dan “pilihan untuk tindakan nyata/langsung”.
Ketika Ogawa menanyakan para superintendent tentang apa yang memuaskan mereka,
mereka “memperkenalkan indikator-indikator nyata akan kemajuan seperti
konstruksi bangunan-bangunan baru, penerimaan persoalan pajak dan pengembangan
sebuah komponen kurikulum baru”.
Ini bukan untuk menyatakan bahwa para administrator sekolah selalu
menikmati sebuah perasaan prestasi. Tentunya pengaruh mereka terbatas.
Seringkali para administrator ditemui kurang kesiapan pada bagian staf,
keberatan pada bagian orang-orang yang memiliki hak suara, atau kekurangan uang
sehingga mencegah tindakan apapun. Semua sekolah dan wilayah sekolah membuat
banyak keputusan beroprasi, dari adopsi bidang kajian tertentu, penggunaan
staf, penjajaran daerah kehadiran, dan rekondisi bangunan, sampai alokasi
sumber daya melalui proses budget. Sering kali keputusan-keputusan ini agak
biasa dan berulang-ulang, tetapi kadang-kadang menantang arah-arah baru pun
terlibat.
Dalam kasus apapun, para superintendent, kepala sekolah, dan
personel administrasi lainnya dituntut dengan tugas dalam proses
pembuatan-keputusan. Banyak kelompok terlibat, data harus dikumpulkan dan
dikelola, beberapa penilaian akan nilai-nilai dan kecenderungan mereka yang
terpengaruh harus dibuat, implikasi-implikasi jangka panjang harus
dipertimbangkan, rekomendasi harus disusun, dan rencana-rencana implementasi
harus dikembangkan. Semua kegiatan ini bisa menemukan hasil yang diperoleh
dengan persetujuan dari jajaran pengajar, kegiatan oleh satu bidang pendidikan,
atau oleh suara dari para pemilik hak suara. Dengan persetujuan semacamnya
administrator bisa mengubah titik fokus dari perencanaan menjadi penerapan.
Bagi sebagian besar administrator proses ini merupakan penghargaan.
BAB III
KESIMPULAN
Tugas
administrator merupakan tugas profesional yang harus diemban oleh orang yang
memang memiliki kualifikasi dibidang tersebut, tidak boleh asal tunjuk.
Kemudian jika tugas ini telah dijabat oleh sosok profesional maka akan dengan
mundah untuk melaksanakan peran sebagai administrator mulai menetapkan tujuan
–tujuan, membuat kebijaksanaan. menentukan peranan-peranan. mengkoordinasikan
fungsi-fungsi administrasi, menaksir efektifitas, bekerja dengan kepemimpinan
masyrakat untuk meningkatkan perbaikan dalam pendidikan, menggunakan
sumber-sumber pendidikan dari masyrakat, melibatkan orang-orang, melakukan
komunikasi.
Sebagai
bentuk apresiasi dari tugas ini maka penghargaan harus disesuaikan dengan
prestasi yang telah diraih, keberhasilan sekolah adalah keberhasilan seorang
kepala sekolah yang telah berhasil menerapkan administrasi secara efektif dan
efisien.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Sudarwan
Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, Pustaka Setia, Bandung,
2011, h. 11
[2] Sudarwan
Danim, h. 11
[3] Sudarwan
Danim, Inovasi Pendidikan (Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga
Kependidikan), Pustaka Setia, Bandung, 2010, h. 145
[4] Ngalim
Purwanto, Adminsitrasi dan supervisi pendidikan (Bandung, Rosda Karya,
2005) cet. Xv. hal. 1
[5] Sudarwan
Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, Pustaka Setia, Bandung,
2011, h.13
[6] Op.cit.
hal. 3
[7] Abdul Rahmat, Manajemen
Pendidikan Islam, IdeasPublishing, Gorontalo, 2013, h. 10
[8] Sudarwan
Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, h.16
[9] Sudarwan
Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, Pustaka Setia, Bandung,
2011, h.24
[10] H.M. Volmer
and D.L Mils (eds) Professionalization (Englewood Cliffs, N.J
Prentice-Hall, 1956),p.vii. komisi kebijaksanaan pendidikan NEA Amerika
Serikat, menyebutkan enam kriteria bagi profesi di bidang pendidikan.1) profesi
didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan, 2) profesi mengejar
kemajuan dalam kemampuan anggotanya, 3). Profesi meleyani kebutuhan para
anggotanya (akan kesejahteraan dan pertumbuhan profesional), 4). Profesi
memiliki norma-norma etis, 5). Profesi mempengaruhi kebijaksanan pemerintah di
bidangnya (mengenai perubahan-perubahan dalam kurikulum, struktur ogranisasi
pendidikan, persiapan profesional dst), 6). Profesi memiliki solidaritas
kelompok profesi. Lihat Educational Pollicies of the NEA, Profession
Organizations ini Amarican Education (Washington D.C, The Assocation,
1957), p.9-12
[11] Oteng Sutisna,
Administrasi Pendidikan (dasar teoritis untuk praktek profesional), (
Bandung, Angkasa, 1983) cet. 10. hal.360-368.
[12] Lipham James
H, et.al: The Principalships Concepts, Comptencies, Logman Inc. 1560
Broadway New York, N.Y.10036,hal 1.
[13] Sudarwan
Danim, Op.Cit, h. 24
[14] Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Kepala Sekolah (tinjauan teoritik dan permasalahannya), (Jakarta, Rajawali
Pers, 2003) cet.iv, hal.82
[15] National
Center for Educational Statistics, The Condition of Education, (Washington
DC; U.S. Government Printing Office, 1979) p.78
[16] Buerau of the
Census, Statistical Abstract of the United States (Washington, DC: U.S.
Government Printing Office, 1979) p.134
[17] Roald F.
Campbell, Introduction To Educational Administration, Library Of
Congres Cataloging In Publication Data, The United States Of America,
1905, h. 68
[18] Nur Efendi,
Islamic Educational Leadership, Parama Publising, Yogyakarta, 2015, h. 9
[19] Nur Efendi,
Islamic Educational Leadership, h.11
[20] John I.
Goodlad et al., “An Overview of ‘A Study of Schooling’, “Phi Delta Kappan 61
(November 1979) : 174-178
[21] Fungsi-fungsi
tersebut memiliki rincian-rincian tersendiri lihat Ngalim Purwanto, Adminsitrasi
dan Supervisi Pendidikan (Bandung, Rosda Karya, 2005) cet. xv. hal. 14-22.
[22] Veithzal Rivai
Zainal dkk, Islamic Human Capital Management manajemen sumber daya insani, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 67
[23] Henry Mintzberg,
The Nature of Managerial Work (New York: Harper & Row, 1973)
[24] Mintzberg, Managerial
Work.
[25] William
L.Pharis and Salli Banks Zakaria, The Elementary School Prinsipalship in
1978; A. Research Study (arlington, Va. National Association of elemntary Prinsipals,
1979)
[26] Pharis and
Zakaria, The Elementary School Prinsipalship
[27] Rodney T.
Ogawa “ A Descriptive Investigastion of The Occupational Ethos of School
Superintendets” (Ph.D Dissertation, Ohio State Unversity, 1979).
[28] Ogawa “ A
Descriptive Investigation”
[29] Donald J.
Willower and Hugh W. Fasher, “School Supertintendents, Theri
work,”adiminstrator Notebook 20 (1979-1980);4
[30] Oteng Sutisna,
Op.cit hal. 36.
[31] Ramseyer
et.al. Factors Effecting Educational Administration, CPEA Series (ohio
State University, 1995) p. 18-16.
[32] Ian Palmer
et.al, Manging Organizational Change (A Multiple Perspective Approach), (USA,
Mc Graw Hill, 2009) second edition, p. 169,172.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar