Minggu, 08 November 2015

MAKALAH MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

OLEH NORMA FITRIA, M.Pd.I


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Administrasi memegang peran penting pada organisasi manapun, baik formal maupun paguyuban.[1]Salah satu unsur yang dapat melanggengkan mutu pendidikan di sekolah ialah peran administrasi pendidikan yang efektif dan efisien. Kepala sekolah selain sebagai pemimpin, manajer sekaligus administrator harus mampu mengendalikan dan mengembangkan program-program pendidikan, serta evaluasi bersifat akademik maupun non akademik dan berlangsung berkesinambungan. Dengan demikian satuan pendidikan atau sekolah dan yayasan kependidikan manapun akan menjadi acak-acakan, bahkan bisa lumpuh ketika sistem administrasinya kacau.[2]
Fakta menunjukkan bahwa tugas administratif secara teoritik sangat mudah untuk diverbalkan baik dalam komunikasi personal maupun secara umum dalam forum-forum seminar dan kajian lainya. Namun kenyataannya fungsi ideal yang seharusnya menjadi dasar untuk bergerak atau melalukan tugas administratif, ternyata hanya sebatas jargon verbalistik yang hampa akan implementasi. Banyak sekolah yang meremehkan tugas ini, diantara penyebabnya diantaranya: Pertama, kerena mereka lebih disibukkan dengan tuntutan kesejahteraan, Kedua. Kominten mengabdi disekolah sangat minim, Ketiga, lemahnya tata laksana administrasi dan manajemen, Keempat, sibuk untuk menyesuiakan kebijakan pemerintah tentang kurikulum yang kian membingungkan. Kelima, kepala sekolah hanya sebatas penjaga sekolah, bukan agen perubahan. Seorang guru mungkin pernah menghabiskan waktu berjam-jam atau berhari-hari untuk mendapatkan dokumen penetapan kenaikan pangkat atau berkalanya yang terakhir karena penyimpananya disembarang tempat secara acak, bahkan bukan tidak mungkin seorang kepala sekolah atau administrator memerlukan waktu lama untuk mendapatkan dokumen faksimili yang sangat penting dan diterima seminggu lalu dari kantor pusat atau rekan.
Mutu pendidikan atau mutu sekolah tertuju pada mutu lulusan. Merupakan sesuatu yang mustahil, apabila pendidikan atau sekolah menghasilkan lulusan yang bermutu, jika tidak melalui proses pendidikan yang bermutu pula. Merupakan sesuatu yang mustahil, terjadi proses pendidikan yang bermutu jika tidak didukung oleh faktor-faktor penunjang proses pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang bermutu harus didukung oleh personalia, seperti administrator, guru, dan tata usaha yang bermutu dan profesional. Hal tersebut didukung pula oleh sarana dan prasarana pendidikan, fasilitas, media, serta sumber belajar yang memadai, baik mutu maupun jumlahnya, dan biaya yang mencukupi, manajemen yang tepat, serta lingkungan yang mendukung. Mutu pendidikan bersifat menyeluruh, menyangkut semua komponen, pelaksana, dan kegiatan pendidikan, atau disebut sebagai mutu total atau “Total Quality”. Adalah sesuatu yang tidak mungkin, hasil pendidikan yang bermutu dapat dicapai hanya dengan satu komponen atau kegiatan yang bermutu. Kegiatan pendidikan cukup kompleks, dan membutuhkan dukungan dari kegiatan, komponen, pelaku, serta waktu lainnya.

B.  Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini diangkat untuk memberikan gambaran dan wawasan yang komprehensif tentang Tugas Administrasi Sekolah sebagai bahan bagi kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya sebagai Administrator Sekolah.

C.  Sistematika Penulisan
Pada Bab I Mengungkapkan latar belakang masalah dalam kerja administrator didalam sekolah, pada Bab II Membahas teori dan pembahasan mengenai administrasi dalam sekolah yang diantaranya definisi admnistrasi dan administrator pendidikan, Posisi atau Jabatan Administrator, Posisi dan Fungsi Administrator, Peran Para Administrator, Tekanan dan Ketegangan, dan BAB III membahas kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi administrasi dan adminstrator pendidikan

Pakar pendidikan dan administrasi pendidikan cenderung sependapat bahwa kemajuan besar dalam bidang pendidikan hanya mungkin dicapai jika administrasi pendidikan itu sendiri dikelola secara inovatif. Inovasi atau perubahan dalam bidang administrasi pendidikan mengalami keterlambatan. Keterlambatan itu berarti menunda proses pemapanan lembaga menuju efektivitas dan efisiensi kelembagaan pendidikan, baik pengelolaan sumber daya manusianya, fasilitas, maupun proses belajar mengajar secara keseluruhan.[3]
Menurut Coombs dalam bukunya Danim menyatakan bahwa revolusi dalam bidang pendidikan (educational revolution) harus diawali dengan revolusi dalam bidang administrasi pendidikan. Ini berarti bahwa lembaga pendidikan harus dikelola dengan administrasi yang inovatif (inovative administration) mengingat sekolah yang dikelola dengan administrasi yang inovatif akan mampu menampung dinamika perkembangan yang terjadi diluar sistem pendidikan, khususnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan masyarakat.

Untuk menjelaskan arti administrasi pendidikan, kita tidak dapat melepaskan diri dari pengertian ilmu administrasi pada umumnya. Bahkan dapat pula dikatakan bahwa administrasi pendidikan adalah penggunaan atau aplikasi ilmu administrasi ke dalam pendidikan. Oleh karena itu sebelum menguraikan apakah administrasi pendidikan itu, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan administrasi.[4]
Istilah administrasi yang sering digunakan dalam literaturdan bahasa keseharian kita sampai sekarang merupakan padanan kata administration, dalam bahasa inggris. Kata dasarnya adalah to administrate, yang berarti mengadministrasikan. Istilah lain yang dikenal serumpun dengan ini, yaitu administrating  yang berarti pengadministrasianatau keadministrasian.[5]
Kata administrasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau usaha untuk membantu melayani, mengarahkan, atau mengatur semua kegiatan di dalam mencapai suatu tujuan. Kemudian definisi administrasi tersebut, jika ditambahkan dengan pendidikan maka administrasi sekolah ialah segenap proses pengerahan dan pengintegrasikan segala sesuatu, baik personil, spritual maupun material, yang bersangkut paut dengan pencapaian tujuan sekolah.[6]  Dengan kata lain administrasi pendidikan adalah  proses kerja sama antar dua orang atau lebih dengan menggunakan sumber daya kependidikan yang tersedia dan yang dapat diakses untuk mencapai tujuan pendidikan secara berdayaguna dan berhasil guna serta administrasi merupakan serial proses kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam rangka mengimplementasikan subtansi tugas kependidikan untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. Sedangkan untuk administrator sekolah ialah peroarangan maupun kelompok yang melaksanakan fungsi administrasi dalam mencapai tujuan sekolah. Namun dalam makalah ini administrator yang dimaksud ialah kepala sekolah yang berfungsi sebagai administrator.
Administrasi pendidikan menurut Abdul Rahmat dapat diartikan sebagai keseluruhan proses kerjasama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien.[7]
       Dalam ajaran islam pun diajarkan bagaimana ketika kita bekerja sama dalam suatu pekerjaan tertentu dengan cara yang teratur yang diibaratkan seperti suatu bangunan yang kokoh, surat Ash-Shaff ayat
¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúïÏ%©!$# šcqè=ÏG»s)ムÎû ¾Ï&Î#Î6y $yÿ|¹ Oßg¯Rr(x. Ö`»uŠ÷Yç/ ÒÉqß¹ö¨B ÇÍÈ  
Artinya : Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (Q.S Ash-Shaff : 4)

Dengan demikian, ketika mendiskusikan administrasi pendidikan dalam makna pendidikan persekolahan, siapapun akan mengambil beberapa dimensi dibawah ini[8] :
1.      Administrasi pendidikan merupakan suatu proses, mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melakukan tindak lanjut bagi tugas-tugas yang relevan dengan subtansi pendidikan persekolahan.
2.      Administrasi melibatkan dua orang atau lebih yang saling bekerja sama dan sama-sama bekerja dengan cara dan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang pendidikan persekolahan.
3.      Administrasi melibatkan sumber daya yang tersedia, (manusia non manusia, termasuk situasi) dan yang mungkin diakses untuk mencapai tujuan tertentu dibidang persekolahan.
4.      Proses dan subtansi administrasi pendidikan memoros pada tujuan tertentu, baik jangka pendek, menengah, panjang, atau tidak terbatas.
5.      Administrasi pendidikan selalu berada pada sistem dan konteks sosial tertentu.
6.      Administrasi pendidikan yang ada disekolah mensyaratkan efisiensi dan efektifitas sebagai kriterium kerja, yaitu terlaksananya proses pendidikan secara baik dengan hasil yang memuaskan.

Jadi dapat penulis simpulkan bahwa administrasi adalah proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi : perencanaa, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, dan pengawasan dengan menggnakan fasilitas yang tersedia, baik personil, materil maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.


B.  Posisi atau Jabatan Administrator.

Administrator atau kepala sekolah bukanlah penguasa tunggal disekolahnya, bukan pula pelayan tunggal. Sebutan administrator sekolah disini merujuk pada kedudukan kepala sekolah dalam rangka menjalankan tugas-tugas administratif, dengan demikian, istilah administrator atau kepala sekolah merujuk pada fungsi yang harus dijalankan dalam kaitannya dengan tugas-tugas administratif sekolah.[9]
Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lainya saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasai memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia. Karena sifatnya yang komplek dan unik tersebutlah sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi.
Singkatnya bahwa perkerjaan sebagai administrator harus dikerjakan dengan profesinya dan secara profesional. Dalam kaitan ini Volmer mendekati masalah profesi dari sudut pandang sosiologi, menyarankan bahwa profesi merujuk pada suatu kelompok pekerjaan yang ideal, yang sebenarnya tidak ada dalam kenyataan tapi menyediakan suatu model status pekerjaan yang bisa diperoleh bila pekerjaan itu telah mencapai profesionalisasi yang penuh. Sedang istilah profesionalisasi merujuk pada proses yang esensial mendekati model profesi yang sesungguhnya.[10]
Formulasi-formulasi tentang profesi tersebut, walaupun dinyatakan dengan kata-kata berbeda, pada hakekatnya memperlihatkan persamaan subtansinya. Kiranya dapat disimpulkan bahwa profesi ideal memiliki unsur-unsur berikut: suatu dasar ilmu yang sistematis, kewenangan profesional yang diakui klien, sanksi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan kewenanganya, kode etik yang regulatif, kebudayaan profesi dan persatuan profesi yang kuat dan berpengaruh. Lukisan profesi yang ideal itu menyarankan suatu misi profesional, yang dapat disimpulkan dalam tiga kata pokok yakni pengetahuan, keterampilan dan komitmen[11].
Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah, studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang sangat menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Bahkan lebih jauh studi tersebut menyimpulkan bahwa “keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepada kepala sekolah, beberapa diantara kepala sekolah dilukiskan sebagai seseorang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa, kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka menentukan irama bagi sekolah mereka.[12]  
Sebagai Administrator, kepala sekolah harus mampu bekerja dengan dan melalui wakil-wakilnya itu, atau apa yang populer disebut dengan “a good administrator is doing the things by other people.” Administrator yang baik bekerja dengan dan melalui orang lain dalam mencaipai tujuan itu.[13]
Berdasarkan hasil studi diatas menunjukkan betapa pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah mencapai tujuan. Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam rumusan tersebut:
a.    Kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi penggerak kehidupan sekolah.
b.    Kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian staf dan siswa.[14]
Dari ilustrasi diatas menunjukkan untuk model administrasi pendidikan di Indonesia fungsi vitalnya terletak seorang kepala sekolah yang memegang kendali secara penuh untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sebagai perbandingan di Amerika Serikat ada sekitar 16.000[15] wilayah sekolah, dan 14.000 diantaranya memiliki satu orang perwira yang biasanya disebut pimpinan sekolah-sekolah (superintendent). Di beberapa negara bagian, perwira ini mungkin saja memikul gelar kepala sekolah pengawas. Dalam kebanyakan kasus, superintendent ditunjuk untuk posisi tersebut oleh dewan pendidikan wilayah. Di beberapa negara bagian, bagaimanapun, khususnya di  Amerika bagian tenggara dimana wilayah-wilayah sekolah sering terdiri dari satu negara penuh, superintendent mungkin dipilih oleh pemungutan suara/pemilu. Apakah ditunjuk atau dipilih, superintendent biasanya terlihat sebagai ketua atau eksekutif paling atas dari wilayah sekolah, dan sebagaimana juga, seorang perwira kesatuan tempur (line officer).
Di negara tersebut diantara 77.000 sekolah dasar, ada sekitar 64.000 sekolah negeri dan sisanya swasta. Ada juga sekitar 29.000 sekolah menengah pertama, yang 25.000 negeri dan yang lainnya swasta[16]. Sebagian besar dari sekolah ini memiliki seorang kepala sekolah. Sementara di sekolah-sekolah yang lebih kecil kepala sekolah mungkin juga menjadi seorang guru paruh-waktu, namun di sekolah yang lebih besar kepala sekolah biasanya murni seorang administrator-penuh. Dalam kasus apapun, kepala sekolah adalah perwira eksekutif sekolah, dan sekaligus seorang line officer.
Di wilayah sekolah yang lebih besar dan di sekolah-sekolah yang lebih besar sejumlah besar asisten untuk superintendent dan kepala sekolah dipekerjakan. Untuk tujuan kami, kami akan menggolongkan para asisten tersebut sebagai staff officer atau perwira pegawai. Dan selain itu, sejumlah besar direktur, seperti direktur proyek-proyek federal atau direktur pendidikan khusus, dipekerjakan. Dan lagi, kami akan menggolongkan mereka sebagai perwira staf (staff officers). Satu jumlah yang pasti dari para staf officer di sekolah-sekolah di negara tersebut memang tidak ada, tapi perkiraan menyatakan bahwa anggota staf mungkin berjumlah 45.000 hingga 50.000. Secara menyeluruh, diantara 150.000 para administrator sekolah bekerja di wilayah-wilayah sekolah negara yang bersangkutan. Selain itu, setidaknya sepersepuluh dari jumlah tersebut bekerja di sekolah-sekolah negeri. Ada juga, banyak bidang lainnya, khususnya di pemerintahan dan bisnis, dimana orang-orang tersebut diberdayakan untuk mengatur atau mensupervisi program-program pendidikan. Sementara fokus kami akan berada pada tugas para superintendent dan kepala sekolah—yang kami rancang sebagai para line officer (perwira kesatuan tempur) di sekolah-sekolah dan wilayah sekolah—yang memang harus kami katakan bahwa hal itu juga teraplikasi pada posisi administratif lainnya.[17]
Menurut penulis bahwa konteks institusi pendidikan di Indonesia secara subtansi memiliki kesamaan, namun mempunyai perbedaan bahasa, seperti superintenden bisa diidentikkan dengan pengawas sekolah yang membawahi beberapa sekolah pada wilayah-wilayah tertentu. Disisi lain mungkin juga terdapat perbedaan aplikasi dari jabatan-jabatan tersebut.
Manusia telah diciptakan untuk menjadi pemimpin dimuka bumi (dalam arti sempit dipahami sebagai pemimpin diri sendiri). Namun, permasalahan yang terjadi, sudahkah semua pemimpin di dunia ini mencerminkan konsep kepemimpinan sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam tingkah laku dan keteladanan hidupnya? Lalu, sebenarnya bagaimana konsep kepemimpinan yang ditawarkan dalam Islam ?
Kepemimpinan dalam Islam adalah merupakan Sunnatullah / ketetapan dari Allah SWT. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an : QS. Al-Baqarah Ayat 30,

øŒÎ)ur tA$s% šu Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ÎoTÎ) ×@Ïã%y` Îû ÇÚöF{$# ZpxÿÎ=yz ( (#þqä9$s% ã@yèøgrBr& $pkŽÏù `tB ßÅ¡øÿム$pkŽÏù à7Ïÿó¡our uä!$tBÏe$!$# ß`øtwUur ßxÎm7|¡çR x8ÏôJpt¿2 â¨Ïds)çRur y7s9 ( tA$s% þÎoTÎ) ãNn=ôãr& $tB Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇÌÉÈ  

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
Nabi Muhammad SAW Bersabda : “Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Setiap kepala negara adalah pemimpin dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya (rakyat). Seorang perempuan/ibu adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan anak-anaknya; ia bertanggung atas kepemimpinannya. Seorang pelayan/hamba sahaya adalah pemimpin atas harta tuannya dan ia bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Ketahuilah bahwa setiap kamu adalah pemimpin dan masing-masing mempertanggungjawabkan atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dari Ibnu Umar).

Melalui dua dalil ini dapat dipahami bahwasanya kepemimpinan adalah suatu ketetapan dari Allah SWT yang keberadaannya tidak mungkin ditawar lagi. Adanya kepemimpinan dalam Islam di dunia ini merupakan suatu keharusan yang mutlak.
Dari pemaparan penjelasan tentang kepemimpinan di atas, dapat dikatakan bahwa suatu satuan pendidikan juga perlu kepemimpinan, pengelolaan kepemimpinan yang baik akan menentukan baik dan berkualitasnya suatu satuan pendidikan. Kepala Negara yang baik lahir dari masyarakat yang baik, masyarakat yang baik lahir dari keluarga yang baik pula, dan keluarga yang baik lahir dari individu-individu yang baik. Pertanyaannya, apakah kepribadian baik itu akan datang sendiri?. Tidak, semua butuh proses, inilah tugas dan kewajiban suatu satuan  pendidikan, untuk menghasilkan kader-kader anak didik yang berkualitas, bermoral, berakhlak baik, dan amanah seperti yang telah di contohkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan definisi kepemimpinan dalam pendidikan islam ialah kemampuan, aktivitas dan proses mempengaruhi, mengkoornidir, menggerakkan, memberikan motivasi dan mengarahkan orang-orang dalam lembaga pendidikan islam agar pelaksanaan pendidikan islam dapat berlangsung lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan islam.[18]
Islam memandang bahwa kepemimpinan harus dipegang oleh sososk yang mampu dan dapat menempatkan diri sebagai pembawa obor kebenaran dengan memberi contoh teladan yang baik, karena dia uswatun hasanah. Dalam asas dan prinsip ajaran islam pemimpin adalah hamba Allah, membebaskan manusia dari ketergantungan kepada siapa pun, melahirkan konsep kebersamaan antar manusia, menyentuh aspek hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam sekitar, membenarkan seseorang taat kepada pemimpin selama tidak bermaksiat dan melanggar aturan Allah, mengajarkan bahwa kehidupan dunia adalah bagian dari perjalanan akhirat, memandang kekuasaan dan kepemimpinan adalah perjalanan dari akhirat, memandang bahwa kekuasaan dan kepemimpinan adalah bagian integral ibadah. Kepemimpinan merupakan tanggung beban dan tanggung jawab, bukan keilmuan. Kepemimpinan membutuhkan keteladanan dan wujud, bukan kata dan retorika, serta senantiasa bertutur santun, sekalipun itu perkataan Nabi Musa kepada firaun yang jahat.[19]
Dengan demikian kepemimpinan dalam islam begitu penting sehingga mendapat mendapat perhatian besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, maka setiap perkumpulan harus ada pemimpinnya, bahkan perkumpulan dalam jumlah yang kecil sekalipun, Nabi Muhammad bersabda :
Artinya : “dari abu said dari abu hurairah bahwa keduanya berkata : Rasulullah bersabda : apabila tiga orang bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin”(Hr.Abu Dawud)
Dalam hadits lain dikemukakan :
Artinya : “ setip kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang kamu pimpin, seorang raja adalah pemimpin bagi rakyatnya, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap mereka, seorang istri adalah pemimpin bagi rumah tangga, suami dan anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin bagi harta majikannya, dan dia juga akan dimintai pertanggung jawaban terhadap kepemimpinannya.
Dengan demikian kepemimpinan bukan hanya ada dibidang formal atau disekolah saja namun kepemimpinan dimulai dari lingkungan terkecil yaitu diri sendiri. Seseorang tidak akan mendapat memimpin orang lain dengan baik apabila tidak dapat berhasil memimpin dirinya sendiri terlebih dahulu. Muhammad SAW telah memberi teladan dan tuntunan bagaimana memimpin diri sendiri, kesuksesan dalam memimpin diri dan mengatasi rintangan dalam memimpin diri sendiri akan membuka jalan bagi kesuksesan dalam kepemimpinan-kepemimpinan lainnya yang melibatkan orang lain.

C.  Posisi dan Fungsi Administrator.

Penunjukkan seseorang untuk menduduki jabatan tertentu pasti mengandung konsekwensi logis berupa tugas dan tanggung jawab yang harus diembannya, sehingga dengan adanya tugas dan tanggung jawab tersebut terkesan adanya peran atau fungsi  yang bisa diandalkan. Begitupula jabatan administrator bukan sekedar jabatan prestise  belaka, melainkan memiliki fungsi yang vital bagi perkembangan sebuah lembaga pendidikan.
Fungsi-fungsi tersebut, diantaranya pengembangan program, pembangunan dan koordinasi organisasi, pengaturan sumber daya, representasi terhadap komunitas kelompok, dan penilaian baik tentang proses maupun hasil organisasi. Tugas atau kerja para superintendent dan kepala sekolah adalah mengimplementasikan fungsi-fungsi ini.
Usaha yang diperlukan untuk mengimplementasikan masing-masing keenam fungsi itu berbeda menurut posisinya. Misal, superintendent memiliki sistem kepentingan yang luas, sedangkan kepala sekolah terutama berkutat dengan satu sekolah. Para superintendent juga mencurahkan lebih banyak waktu dan energi bagi usaha memperoleh dan mengatur sumber daya daripada yang dilakukan oleh para kepala sekolah. Di sisi lain, kepala sekolah mungkin menghabiskan lebih banyak waktu dan energi pada pengembangan program daripada superintendent.
Pentingnya fungsi terhadap pengembagnan dan supervisi program-program instruksional. Program-program ini ada dua jenis: 1) program yang menyangkut instruksi langsung dan formal, apakah dalam membaca, matematika, atau salah satu area konten lainya, dan 2) Program yang bisa disebut sebagai aspek-aspek aturan sekolah. Pada jenis selanjutnya adalah hubungan siswa dengan staf pengajar; antara kepala sekolah dan siswa; antara sekolah dengan orang tua dan orang dewasa lainya dalam masyarakat; hubungan antar siswa, dan hubungan antar staf pengajar. Pada semua hubungan ini kepala sekolah berkaitan dengan nilai dan prilaku yang dicontohkan ----kesopan santunan, keterbukaan, keadilan. Singkatnya, apakah sekolah merupakan sebuah tempat yang baik untuk hidup dan belajar?
Agar menjadi lebih spesifik, Goodlad baru-baru ini telah menyesalkan fakta bahwa dibanyak sekolah satu-satunya peran model tanpak menjadi atlit[20]. Banyak sekolah tanpak kekurangan iklim intelektual apapun, dan bahkan para siswa yang cerdas  menyadari iklim tersebut tidak cukup pintar. Kami menduga bahwa di satu sekolah dimana sedikit atau tidak ada nilai ditempatkan pada prestasi intelektual tidak ada jumlah intruksi formal yang bisa mengatasi suasana yang merembes tersebut. Bagi tujuan kami suasana yang merembes pada satu sekolah tampak sebagai bagian dari aturan hidup sekolah.
Tidak ada orang lain lagi yang bisa melakukan sebanyak yang dilakukan para kepala sekolah untuk membangun kualitas dari aturan hidup sekolah. Menurut sifat yang sangat dasar dari pekerjaan mereka memiliki tanggung jawab bagi sekolah. Untuk melaksanakan tanggung jawab itu mereka harus tetap berkomunikasi dengan staf pengajar, dengan siswa, dengan orang tua, dan dengan orang dewasa lainnya dalam masyarakat. Mereka perlu bantuan dari semua kelompok ini, tapi kepala sekolah lah yang harus memberikan kepemimpinan yang diperlukan untuk membantu mereka bergabung dalam beberapa prinsip kerja. Implementasi tentang tujuan-tujuan umum bisa menentukan aturan hidup atau suasana sekolah sebagai satu sistem sosial. Mari kita merubah pemikiran sekarang dari apa yang seharusnya para administrator lakukan menjadi sebuah anggapan mengenai apa yang sebenarnya mereka lakukan.
Adapun seorang administrator harus bisa mengarahkan dan menggerakkan proses administrasi pendidikan yang terincikan dengan fungsi-fungsi administrasi perencanaan organisasi, koordinasi, komunikasi, supervisi kepengawasan, pembiayaan dan evaluasi. Semua fungsi tersebut satu sama lain bertalian erat untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang fungsi-fungsi tersebut.[21]
Hal ini sejalan dengan ajaran islam bahwa dalam sebuah pekerjaan termasuk administrasi yang baik dibutuhkan perencanaan yang baik pula,[22] Allah berfirman dalam surat Al-Hasyr ayat 18

$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7ŽÎ7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ  
 Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.( QS. Al-Hasyr ayat 18)

Dengan demikian administrator yang baik harus memiliki perencanaan yang baik pula agar apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih baik.

D.  Karakteristik Tugas Administratif
Memaparkan apa yang sebenarnya para administrator lakukan tidaklah semudah kedengarannya. Sudah ada banyak kajian observasi tentang para administrator, bahkan jika sudah ada kajian yang lebih banyak, observasi tentang perilaku yang jelas dari para administrator menjadi sasaran sejumlah batasan. Untuk satu hal, peneliti tetap mengatakan apa arti perilaku. Terlebih lagi, banyak perilaku, terutama aspek konseptual dan aspek judgment, mungkin tidak terungkap dalam aksi-aksi yang jelas.
Jadi, deskripsi tentang perilaku administratif sering berdasarkan pada laporan-laporan pribadi atau persepsi orang lain yang bekerja dengan para administrator. Sementara semua pendekatan ini memiliki batasan sendiri-sendiri, kami akan membuat kegunaannya dan menyampaikan kemungkinan gambaran paling valid dari tugas administratif. Dan lagi, kami akan memperlakukan para superintendent dan kepala sekolah karena data terbaik yang kami miliki menitik-beratkan pada dua posisi ini.
Mintzberg[23] menyajikan satu terobosan dalam kajian administrasi dengan memaparkan tugas pada dasar observasi langsung. Seharusnya dinyatakan bahwa dia hanya menggunakan lima kasus, yang satu diantaranya adalah seorang superintendent sekolah.  Dia menyimpulkan, diantara hal-hal lain, bahwa tugas manajerial berlangsung pada satu lingkup yang tak kenal henti; bahwa aktifitasnya singkat dan tidak lengkap; bahwa aksinya dianggap melebihi kegiatan tulis menulis, dan bahwa banyak hal bergantung pada komunikasi verbal[24]. Kesimpulan ini merupakan pemaparan yang bersifat usulan mengenai tugas para administrator sekolah.
Sebagai kelanjutan usaha-usaha yang lalu Asosiasi para Kepala SD Nasional baru-baru ini menerbitkan“Undang-undang Kepala Sekolah Dasar” tahun 1978; sebuah kajian penelitian[25]. Laporan ini terdiri dari banyak informasi tentang tanggung jawab Kepala Sekolah namun sedikit menjelaskan apa yang sebenarnya dilakukan Kepala Sekolah. Tentunya, sesorang harus mencoba mengambil kesimpulan dari informasi yang diberikan. Dari satu bagian Kepala Sekolah melaporkan masalah serius mereka, sebuah kompilasi yang sedang terjadi. Pemecatan staf yang tidak kompeten memenuhi daftar dan dianggap serius oleh 54 % Kepala Sekolah. Urutan berikutnya adalah mengatur prilaku siwa (52,9%); penuruan pendaftaran (50.5%); pengurangan staf (44.7%); perusakan (43.8 %), ketidak hadiran siswa (43.2%); dan ketidak acuan siswa terhadap wewenang (41.9 %)[26]. Sementara kita harus berasumsi bahwa para kepala sekolah mengerjakan masalah-masalah serius ini, kita meragukan para kepala sekolah menghabiskan banyak waktu dalam memecat staf yang tidak kompeten, misal, karena banyak kepala sekolah memecat staf.
Dalam kajian lainnya Ogawa[27] mewawancarai dua puluh superintendent mengenai tugas-tugas yang mereka kerjakan. Kesimpulannya :
 Analisa tentang penjabaran para super intendent mengenai tugas harian yang mereka tunjukkan menghasilkan identifikasi akan satu tema utama. Para superintendent beraksi dan berkomunikasi dengan anggota staf, anggota bidang pendidikan, berbagai elemen dikomunitas mereka semua, dan para agensi federal serta negara. Komunikasi ini secara luas dikategorikan dengan: kontak face to face, satu aliran informasi dua arah, dan satu kecenderungan untuk berkomunikasi dengan kategori partisipan yang dibedakan secara politik dan sosial (contohnya orang-orang yang memiliki posisi hirarki tertinggi dalam politik dalam organisasi, para perwakilan komunitas dan kelompok profesional, orang tua).[28]

Tidak bisa ada keraguan bahwa superintendent menghabiskan sebagian besar waktu dan energi mereka dalam berinteraksi dan komunikasi dengan orang lain, baik didalam maupun luar organisasi. Hal ini menguatkan pendapat Mintzberg tentang para manajer pilihan yang memiliki komunikasi verbal. Bagaimanapun juga komunikasi adalah satu konsep yang sangat luas, dan tidak cukup spesipik memberitahukan kepada kepada kita apa yang sebenarnya dilkukan oleh superintendent.
 Willower dan Fraser, mengadakan interveiw telephon terhadap 50 superintendent sekolah di Pensylvania, berfokus pada bagaimana perasaan mereka mengenai tugas mereka. Mereka meringkas temuannya sebagai berikut:
Gambaran empiris yang muncul dari interview dengan 50 individu meliputi sederetan masalah, dikesalkan oleh permintaan akan paper-work dari agensi pemerintah, merasa tidak mudah karena tidak lebih dekat dengan instruksi dan ruang-ruang kelas tetapi bangga dengan prestasi mereka di bidang itu, terkejar oleh spesifikasi tugas mereka dan memandangnya melalui lensa tersendiri, dan merasakan tekanan dari pekerjaan tapi selalu siap melakukannya lagi dan lagi jika mereka bisa. Akhirnya, tampak bagi kami bahwa para superintendent sekolah tidak cukup terkepung seperti yang kadang-kadang dikeluhkan dan ketika mereka pada posisi demikian, mereka muncul untuk berusaha mengatasinya dengan sedikit lebih baik, seringkali dengan lelucon yang bagus.[29]

BIDANG
TANGGUNG JAWAB
Prosentase waktu yang dihabiskan pada masing-masing bidang tanggung jawab
SD
SMP
SMA
Prosentasi yang diperkirakan oleh kepala sekolah
Prosentase waktu yang terobservasi dan tercatat
Prosentasi yang diperkirakan oleh kepala sekolah
Prosentase waktu yang terobservasi dan tercatat
Prosentasi yang diperkirakan oleh kepala sekolah
Prosentase waktu yang terobservasi dan tercatat
MANAJEMEN






Eksekutif
12
14
10
15
12
15
Pribadi siswa
15
17
16
21
12
20
Personalia
10
7
12
8
13
8
Fasilitas dan finansial
6
6
6
4
8
4
Kombinasi dan lainya
0
8
0
11
0
8
T O T A L
43
52
44
58
45
54
KEPEMIMPINAN INSTRUKSIONAL






Pengembangan program
14
6
11
7
14
5
Evaluasi program
6
3
6
0
6
1
Evaluasi staf
15
7
17
10
16
5
Lainya
0
3
0
1
0
1
TOTAL
35
20
34
17
36
12
HUBUNGAN DENGAN SEKOLAH, KANTOR DAREAH DAN PUSAT
6
8
8
5
6
7
PUBLIK RELATION---SEKOLAH, MASYRAKAT, LEMBAGA PEMERINTAH
12
12
10
12
8
17
AKTIFITAS PROFESIONAL LUAR
4
3
5
2
4
6
KOMBINASI*
-
2
-
2
-
1
PERSONALIA
-
2
-
3
-
3
·         Dua kategori ini tidak termasuk dalam isntrumen pengumpulan data untuk perkiraan atau catatan
Sumber. Departement of Research, Report of Findings of a study of The Principalship in Action ind the Montogomeri Country Public School (Rokckville Md: Montogomeri Country Public Shool, 1975)

Sementara di banyak daerah, perbedaan antara perkiraan prosentase waktu yang disediakan untuk sebuah tugas dengan observasi dan catatan waktu yang diberikan untuk sebuah tugas adalah tidak cukup besar, dua kecenderungan pantas mendapatkan perhatian kami. Para kepala sekolah secara konsisten memperkirakan bahwa mereka menghabiskan waktu sekitar dua kali lipat pada kepemimpinan instruksional sama halnya dengan hasil yang diobservasikan. Para kepala sekolah secara konsisiten juga meremehkan sekitar 20 persen dari waktu yang mereka habiskan untuk manajemen. Ketidaksesuaian antara waktu yang diperkirakan dengan waktu yang sebenarnya habis untuk kepemimpinan instruksional mungkin membendung, setidaknya sebagian, dari sebuah etos profesional yang sangat diterima bahwa para kepala sekolah seharusnya menghabiskan waktu mereka dalam kepemimpinan instruksional;; bagaimanapun, ketika kepala sekolah memperkirakan alokasi waktu mereka, kami menduga bahwa mereka terpengaruh oleh etos ini. Perbedaan antara perkiraan dengan waktu yang sebenarnya habis untuk manajemen mungkin dikarenakan sebuah fakta kehidupan yang secara luas terabaikan dalam profesi tersebut; namanya, bahwa para kepala sekolah harus mengatur sekolah mereka. Terutama sekali, dengan menghargai alokasi waktu baik untuk kepemimpinan instruksional maupun manajemen, data Kabupaten Montgomery tampak menyampaikan realita tentang kepala sekolah.
Selanjutnya bahwa pelaksanan fungsi administrasi tidak terlepas dari pendekatan-pendekatan yang harus dilakukan. Dalam upaya menelaah subtansi administrasi pendidikan, berbagai cara pendekatan telah dipakai dan tiap pendekatan telah menghasilkan aspek-aspek tertentu.  Terdapat dua pendekatan umum yang sering digunakan yakni pertama, pendekatan tugas, yaitu pendekatan kepada administrasi yang terutama memperhatikan “apa” yang hendak dikerjakan? Kedua, pendekatan proses, pendekatan yang memperhatikan “bagaimana”suatu organisasi harus hendak dikelola.[30]

E.  Peran Para Administrator

Cara lain untuk memaparkan tugas seorang administrator adalah dari sudut perannya. Sebuah peran bisa digambarkan sebagai satu rangkaian prilaku yang diasosiasikan dengan sebuah posisi. Mintzberg telah mengemukakan bahwa para administrator memainkan sepuluh peran yang berbeda. Dia mengkategorikan ini dibawah tiga point utama: Pertama, Peran interpresonal yang meliputi pemimpin boneka, pemimpin,hubungan. Kedua, Peran informasi meliputi monitor, penyebar, juru bicara. Ketiga, Peran keputusan meliputi pengusaha (mempromosikan perubahan), Pengendali kekacauan, Negosiator.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Ohio (di Amerika Serikat) membuat kesimpulan, bahwa peran administrator ialah
1.    Menetapkan tujuan –tujuan. Ini meliputi penyusunan dimaksud keseluruhan program pendidikan dan tujuan jangka pendek maupun panjang.
2.    Membuat kebijaksanaan. Semua orang yang dipengaruhi oleh kebijaksananaan maka hendaknya ikut serta dalam membutanya.
3.    Menentukan peranan-peranan. Personil sekolah hendaknya menerima tugas-tugas yang jelas. Adalah tanggung jawab administrator untuk menjelaskan dan menentuka peranan-peranan bagi dan bersama para anggota staf dengan siapa ia bekerja.
4.    Mengkoordinasikan fungsi-fungsi administrasi. Administrator harus bekerja sedemikian rupa sehingga kegiatan pendidikan dikoordinasikan dan cocok satu sama lain. Memprogramkan kegiatan-kegiatan dan membuat semua unsurnya berada dalam perspektif yang wajar dalam beidang perilaku administratif yang penting.
5.    Menaksir efektifitas. Administrator harus menyediakan kepemimpinan dalam menilai program pendidikan secara kontinue. Karenanya program persiapan administrator hendaknya menyediakan pengalaman belajar dalam menilai secara efektif program-program pendidikan.
6.    Bekerja dengan kepemimpinan masyrakat untuk meningkatkan perbaikan dalam pendidikan.
7.    Menggunakan sumber-sumber pendidikan dari masyrakat.
8.    Melibatkan orang-orang.
9.    Melakukan komunikasi.[31]

F.   Tekanan dan Ketegangan

Merujuk pendapat Oteng Sutisna bahwa sekolah merupakan institusi yang kompleks dan unik dalam segala aspeknya, oleh kerana itu dalam pekerjaannya akan dilingkupi dinamika atau tekanana serta ketegangan yang terjadi didalamnya, termasuk salah satunya proses administrasi.
Data yang disajikan diatas mendukung observasi umum sehingga administrasi merupakan sebuah pekerjaan yang penuh tekanan. Para administrator tidak hanya diperlukan untuk membuat keputusan; mereka juga berwenang dalam proses pembuatan-keputusan. Sering kali lebih sulit untuk melibatkan orang lain dengan tepat dalam membuat keputusan daripada membuat sebuah keputusan secara sepihak. Bagaimanapun, keputusan dipengaruhi oleh fakta-fakta dan dalam pengertiannya juga rasional. Bagaimanapun, keputusan juga dipengaruhi oleh nilai orang-orang dan kelompok yang terlibat dan mungkin di saat yang mungkin tampak tidak rasional. 
Sifat administrasi sekilas yang penuh tekanan menjadi bahkan lebih jelas terlihat ketika kita memperhatikan bahwa para administrator benar-benar selalu berada “di tengah”. Sebaliknya, ada banyak harapan yang muncul untuk mereka. Misalnya, bidang pendidkan memiliki satu rangkaian atau lebih tentang harapan untuk para superintendent; para kepala sekolah memiliki satu deret atau lebih harapan untuk para superintendent, para guru memiliki satu harapan atau lebih untuk para superintendent. Orang tua atau kelompok orang tua memiliki harapan untuk para superintendent juga. Para pemimpin bisnis masyarakat juga mungkin masih memiliki rangkaian harapan yang lain untuk para superintendent. Jelas bahwa superintendent tidak bisa benar-benar memenuhi harapan-harapan yang berbeda dari semua kelompok tersebut.
Selain adanya tekanan yang datang bertubi-tubi, tidak sedikit efek negatifnya muncul istilah resistensi (penolakan) baik dari antar personal, maupun kelompok yang terorganisir. Penolakan bisa disebabkan beberapa hal diantaranya: tidak menyukai perubahan, menganggap bukan waktu yang tepat, tidak memiliki visi yang jelas, merasa tidak percaya diri, iri, mengganggu kenyamanan yang telah lama dinikmati walaupun sesungguhnya kenyamanan secara perlahan akan mematikan dirinya sendiri. Ini menjadi berbahaya jika tidak mendapatkan solusi atau pendekatan-pendekatan yang efektif seperti yang diungkapkan oleh oleh Kotter dan Schlesinger sebagai berikut: 1) pendidikan dan komunikasi, 2). Patisipasi dan keterlibatan, 3). Fasilitasi dan dukungan,4). Negoisasi dan kesepakatan, 5). Manipulasi dan pemilihan, 6). Pemaksaan tersirat dan tersurat.[32]

G.  Penghargaan
Mengapa siapapun mau menjadi seorang admonistrator sekolah? Tentunya, seperti yang kami jabarkan mengenai karakteristik tugas administratif, seperti yang kami jelaskan mengenai peran-peran rumit para administrator yang diharapkan untuk dijalankan, dan seperti yang kami nyatakan mengenai tekanan-tekanan yang sering ditemui, seseorang mungkin menyimpullkan bahwa banyak orang mau berharap. Tetapi kenyataan-kenyataan yang cukup bertentangan: banyak guru dan pekerja sekolah lainnya berharap menjadi administrator. Beberapa dari mereka mungkin awalnya tidak mengerti persyaratan peran dan mereka mungkin terlalu terpikat dengan daya tarik-daya tariknya. Namun, setidaknya bagi beberapa orang, penghargaan-penghargaan tertentu dalam tugas administratif.
1.    Sebuah Tantangan
Untuk mengawali, sebuah jabatan administratif hampir selalu menawarkan tantangan. Satu tantangan yang sering muncul yaitu tujuan atau arah. Jika sekolah atau wilayah sekolah telah memiliki masalah atau hanya tanda waktu, seorang administrator baru mungkin bisa menyusun dukungan bagi sebuah arah baru atau sebuah tujuan yang lebih pasti.
Sebuah tantangan serupa bagi seorang administrator sekolah adalah salah satu anggota organisasi yang memotivasi untuk menerima dan menunjukkan tugas-tugas ke-organisasia-an dan mengijinkan pe-lengkap-an kebutuhan personal pada waktu yang sama. Misalnya, menugaskan seorang guru ke sebuah sekolah dekat tempat tinggalnya mungkin menjadi sebuah pertimbangan yang penting. Me-review tugas-tugas pengajaran alternatif dengan seorang guru sebelum penentuan akhir mereka bisa juga jadi hal penting. Tantangan bagi administrator baru adalah menjaga tiap orang dalam organisasi agar sudi menjadi seorang partisipan dalam program organisasi tersebut.
2.    Wewenang, Pengaruh, dan Wibawa
Penghargaan lain dalam administrasi harus dilakukan dengan hal-hal seperti kekuasaan, wibawa, dan pengaruh. Kekuasaan (atau wewenang), seperti yang sudah dinyatakan Getzels, mungkin hal yang tetap atau dipercayakan. Wewenang tetap adalah kekuasaan yang diperoleh dari lembaga. Kepala sekolah dan superintendent, misalnya, memiliki beberapa wewenang dengan kebaikan posisi yang mereka pegang. Wewenang yang dipercayakan, di sisi lain, harus dicari dan didapatkan. Ketika para administrator mendemonstrasikan kemampuan berilmu pengetahuan, kejujuran, keahlian membuat-keputusan, dan pertimbangan pada orang banyak, wewenang tambahan tumbuh pada diri mereka. Para administrator baru yang mencoba mengandalkan sepenuhnya pada wewenang tetap mungkin akan menemui beberapa goncangan yang keras. Di sisi lain, para administrator yang berbuat keterlaluan dan hanya mencoba menjadi pemuda atau pemudi tua yang baik—yang mengabaikan wewenang lembaga—mungkin juga akan menemui beberapa goncangan.
Wewenang administrator adalah suatu fenomena yang jauh lebih rumit/kompleks dari yang banyak orang kira. Para administrator prospektif yang mencari kekuasaan demi kepentingan wewenang atau demi kepuasan mereka sendiri mungkin akan memperoleh kesulitan besar dalam peran administratif. Di saat yang sama, kami menyatakan bahwa hanya mereka yang sudi menjalankan beberapa wewenang/kekuasaan dan yang mendapat kepuasan, karena menjalankannya seharusnya menerima jabatan-jabatan administratif. Penggunaan wewenang/kekuasaan, bukan untuk kepuasan pribadi tapi untuk tujuan organisasi, bisa membawa penghargaan besar dalam tugas administratif.
Pengaruh bisa didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan, dan banyak administrator dikendalikan oleh posisi mereka untuk menggunakan kekuasaan. Seorang superintendent, misalnya, umumnya diharapkan untuk membuat rekomendasi-rekomendasi pada bidang pendidikan. Jika lembaga-lembaga sekolah menganggap rekomendasi-rekmendasi ini bisa mendukung dan jika mereka menyatakan tindakan yang mungkin tidak diambil sebaliknya, implementasi dan penerimaan mereka menyatakan bahwa sang administrator sudah sangat berpengaruh. Potensi untuk pengaruh seperti ini disajikan dalam banyak posisi administratif dan ini, juga, bisa menjadi suatu penghargaan dalam administrasi.
Penggunaan wewenang yang tepat sekali akan otomatis membawa beberapa wibawa. Wolcott melaporkan pendapat Ed Bell, misalnya, bahwa “dalam ke-kepala sekolah-an dia menemukan satu cara untuk memperoleh wibawa, penerimaan, dan kepuasan-pribadi yang cukup untuk melihatnya melalui banyak sekali masalah yang bisa ditangani oleh pemegang jabatan di lembaga itu”.
Wibawa adalah satu fenomena psikologis; wibawa muncul hanya ketika orang-orang berfikir wibawa itu nampak. Banyak orang yang menerima jabatan-jabatan administratif, bagaimanapun, berfikir bahwa pengangkatan adalah sesuatu yang berwibawa/bermartabat dan banyak anggota organisasi yang berfikir demikian juga. Oleh karena itu, mereka yang benar-benar menginginkan wibawa bisa menemukannya di lembaga administratif.
3.    Kompensasi
Penghargaan lain dalam administrasi tetap masih kompensasi finansial. Di kebanyakan wilayah sekolah, superintendent, kepala sekolah, dan jabatab-jabatan administratif lainnya dibayar dengan upah yang lebih tinggi daripada para guru. Di satu wilayah sekolah kota di sebuah negara Rocky Mountain, misalnya, upah para guru setahun belakangan ini berkisar dari 11.720 sampai 24.205 dolar Amerika per tahun.
Di wilayah yang sama, upah kepala sekolah berkisar 21.353 hingga 34.156 dolar Amerika per tahun. Superintendent dibayar 48.000 dolar Amerika per tahun. Sangat tepat dinyatakan, bahwa para guru memiliki kewajiban kerja selama sembilan bulan sementara para administrator memiliki kewajiban kerja selama 11 atau 12 bulan. Oleh karena itu, jika dibagi rata, gaji administratif mungkin tidak melebihi gaji mengajar pada tiap bulannya. Bagi sebagian besar administrator, prospek jabatan yang lebih lama tiap tahun dan kompensasi untuk tambahan waktu adalah sebuah daya tarik; mengingat banyak guru merasa perlu untuk memiliki sebuah pekerjaan kedua/tambahan, para administrator harus demikian juga.
4.    Prestasi
Sumber kepuasan lain untuk para administrator adalah masih tetap perasaan bahwa mereka bisa menyelesaikan suatu hal. Para administrator umumnya adalah orang-orang yang bertindak dan mereka menemukan kepuasan dalam mengkoordinasikan tugas sebuah organisasi dengan cara semacamnya sehingga ada sebuah prestasi. Seperti yang dikatakan lebih awal, Mintzberg menemukan bahwa para administrator  memiliki satu kecenderungan untuk bertindak. Dia mengemukakan kecenderungan ini dalam semacam karakterisasi “bekerja tiada henti”, “aktifitas dikategorikan dengan ketangkasan, keberagaman, dan pemecahan”, dan “pilihan untuk tindakan nyata/langsung”. Ketika Ogawa menanyakan para superintendent tentang apa yang memuaskan mereka, mereka “memperkenalkan indikator-indikator nyata akan kemajuan seperti konstruksi bangunan-bangunan baru, penerimaan persoalan pajak dan pengembangan sebuah komponen kurikulum baru”.
Ini bukan untuk menyatakan bahwa para administrator sekolah selalu menikmati sebuah perasaan prestasi. Tentunya pengaruh mereka terbatas. Seringkali para administrator ditemui kurang kesiapan pada bagian staf, keberatan pada bagian orang-orang yang memiliki hak suara, atau kekurangan uang sehingga mencegah tindakan apapun. Semua sekolah dan wilayah sekolah membuat banyak keputusan beroprasi, dari adopsi bidang kajian tertentu, penggunaan staf, penjajaran daerah kehadiran, dan rekondisi bangunan, sampai alokasi sumber daya melalui proses budget. Sering kali keputusan-keputusan ini agak biasa dan berulang-ulang, tetapi kadang-kadang menantang arah-arah baru pun terlibat.
Dalam kasus apapun, para superintendent, kepala sekolah, dan personel administrasi lainnya dituntut dengan tugas dalam proses pembuatan-keputusan. Banyak kelompok terlibat, data harus dikumpulkan dan dikelola, beberapa penilaian akan nilai-nilai dan kecenderungan mereka yang terpengaruh harus dibuat, implikasi-implikasi jangka panjang harus dipertimbangkan, rekomendasi harus disusun, dan rencana-rencana implementasi harus dikembangkan. Semua kegiatan ini bisa menemukan hasil yang diperoleh dengan persetujuan dari jajaran pengajar, kegiatan oleh satu bidang pendidikan, atau oleh suara dari para pemilik hak suara. Dengan persetujuan semacamnya administrator bisa mengubah titik fokus dari perencanaan menjadi penerapan. Bagi sebagian besar administrator proses ini merupakan penghargaan.


BAB III
KESIMPULAN

Tugas administrator merupakan tugas profesional yang harus diemban oleh orang yang memang memiliki kualifikasi dibidang tersebut, tidak boleh asal tunjuk. Kemudian jika tugas ini telah dijabat oleh sosok profesional maka akan dengan mundah untuk melaksanakan peran sebagai administrator mulai menetapkan tujuan –tujuan, membuat kebijaksanaan. menentukan peranan-peranan. mengkoordinasikan fungsi-fungsi administrasi, menaksir efektifitas, bekerja dengan kepemimpinan masyrakat untuk meningkatkan perbaikan dalam pendidikan, menggunakan sumber-sumber pendidikan dari masyrakat, melibatkan orang-orang, melakukan komunikasi.
Sebagai bentuk apresiasi dari tugas ini maka penghargaan harus disesuaikan dengan prestasi yang telah diraih, keberhasilan sekolah adalah keberhasilan seorang kepala sekolah yang telah berhasil menerapkan administrasi secara efektif dan efisien.

 DAFTAR PUSTAKA


[1] Sudarwan Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, Pustaka Setia, Bandung, 2011, h. 11
[2] Sudarwan Danim, h. 11
[3] Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan (Dalam Upaya Meningkatkan Profesionalisme Tenaga Kependidikan), Pustaka Setia, Bandung, 2010, h. 145
[4] Ngalim Purwanto, Adminsitrasi dan supervisi pendidikan (Bandung, Rosda Karya, 2005) cet. Xv. hal. 1
[5] Sudarwan Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, Pustaka Setia, Bandung, 2011, h.13
[6] Op.cit. hal. 3
[7] Abdul Rahmat, Manajemen Pendidikan Islam, IdeasPublishing, Gorontalo, 2013, h. 10
[8] Sudarwan Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, h.16
[9] Sudarwan Danim, Administrasi Sekolah dan Manajemen Kelas, Pustaka Setia, Bandung, 2011, h.24
[10] H.M. Volmer and D.L Mils (eds) Professionalization (Englewood Cliffs, N.J Prentice-Hall, 1956),p.vii. komisi kebijaksanaan pendidikan NEA Amerika Serikat, menyebutkan enam kriteria bagi profesi di bidang pendidikan.1) profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan, 2) profesi mengejar kemajuan dalam kemampuan anggotanya, 3). Profesi meleyani kebutuhan para anggotanya (akan kesejahteraan dan pertumbuhan profesional), 4). Profesi memiliki norma-norma etis, 5). Profesi mempengaruhi kebijaksanan pemerintah di bidangnya (mengenai perubahan-perubahan dalam kurikulum, struktur ogranisasi pendidikan, persiapan profesional dst), 6). Profesi memiliki solidaritas kelompok profesi. Lihat Educational Pollicies of the NEA, Profession Organizations ini Amarican Education (Washington D.C, The Assocation, 1957), p.9-12
[11] Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan (dasar teoritis untuk praktek profesional), ( Bandung, Angkasa, 1983) cet. 10. hal.360-368.
[12] Lipham James H, et.al: The Principalships Concepts, Comptencies, Logman Inc. 1560 Broadway New York, N.Y.10036,hal 1.
[13] Sudarwan Danim, Op.Cit, h. 24
[14] Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (tinjauan teoritik dan permasalahannya), (Jakarta, Rajawali Pers, 2003) cet.iv, hal.82
[15] National Center for Educational Statistics, The Condition of Education, (Washington DC; U.S. Government Printing Office, 1979) p.78
[16] Buerau of the Census, Statistical Abstract of the United States (Washington, DC: U.S. Government Printing Office, 1979) p.134
[17] Roald F. Campbell, Introduction To Educational Administration, Library  Of  Congres Cataloging In Publication Data, The United States Of America, 1905, h. 68
[18] Nur Efendi, Islamic Educational Leadership, Parama Publising, Yogyakarta, 2015, h. 9
[19] Nur Efendi, Islamic Educational Leadership, h.11
[20] John I. Goodlad et al., “An Overview of ‘A Study of Schooling’, “Phi Delta Kappan 61 (November 1979) : 174-178
[21] Fungsi-fungsi tersebut memiliki rincian-rincian tersendiri lihat Ngalim Purwanto, Adminsitrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung, Rosda Karya, 2005) cet. xv. hal. 14-22.
[22] Veithzal Rivai Zainal dkk, Islamic Human Capital Management manajemen sumber daya insani,  Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, h. 67
[23] Henry Mintzberg, The Nature of Managerial Work (New York: Harper & Row, 1973)
[24] Mintzberg, Managerial Work.
[25] William L.Pharis and Salli Banks Zakaria, The Elementary School Prinsipalship in 1978; A. Research Study (arlington, Va. National Association of elemntary Prinsipals, 1979)
[26] Pharis and Zakaria, The Elementary School Prinsipalship
[27] Rodney T. Ogawa “ A Descriptive Investigastion of The Occupational Ethos of School Superintendets” (Ph.D Dissertation, Ohio State Unversity, 1979).
[28] Ogawa “ A Descriptive Investigation”
[29] Donald J. Willower and Hugh W. Fasher, “School Supertintendents, Theri work,”adiminstrator Notebook 20 (1979-1980);4
[30] Oteng Sutisna, Op.cit hal. 36.
[31] Ramseyer et.al. Factors Effecting Educational Administration, CPEA Series (ohio State University, 1995) p. 18-16.
[32] Ian Palmer et.al, Manging Organizational Change (A Multiple Perspective Approach), (USA, Mc Graw Hill, 2009) second edition, p. 169,172.